TRIBUNNEWS.COM, CILACAP - Para perajin dan pekerja jamu tradisional di Cilacap, Jawa Tengah, mengaku diperas oleh oknum polisi yang bertugas di Mabes Polri.
Pemerasan itu dilakukan setelah mereka dituduh aktivitasnya telah melanggar Undang-Undang.
"Permintaannya karena (produksi jamu) ini melanggar, mungkin denda. 'Dari pada mengikuti proses begini-begini, lebih baik kamu saya tolong', tapi konsekuensinya memberikan sejumlah uang," ujar salah seorang pelaku usaha jamu tradisional Mulyono, Senin (5/10/2020).
Baca: Polisi Amankan 18 Remaja Yang Ingin Ikut Aksi Unjuk Rasa Tolak Omnibus Law di DPR
Menurutnya, dugaan pemerasan yang dilakukan oknum polisi berpangkat AKBP tersebut sudah berlangsung cukup lama.
Awalnya, beberapa perajin jamu itu sempat ditahan selama beberapa hari tanpa proses di pengadilan. Tapi kemudian mereka dilepaskan dan disuruh mencari uang.
"Itu sudah bertahun-tahun, sudah lama," jelasnya.
Baca: Wanita Ini Laporkan Adik Kandungnya ke Polisi, Sebut sang Adik Sudah 5 Kali Gadaikan Motor Keluarga
"Ditahan di Bareskrim, belum ada (yang diproses di pengadilan). Kita dilepas, disuruh cari uang," tambah Mulyono yang memiliki usaha jasa pembungkusan jamu ini.
Sementara itu, Kapolres Cilacap AKBP Derry Agung Wijaya saat dikonfirmasi belum bisa memberikan keterangan terkait kasus tersebut. Sebab, saat ini masih dilakukan upaya penyelidikan lebih lanjut.
"Kita masih dalami dan pulbaket (pengumpulan bahan dan keterangan) kegiatan tersebut," tulis Derry melalui pesan singkat.
Tanggapan Mabes Polri
Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri menyelidiki informasi mengenai adanya oknum polisi di Mabes Polri yang diduga memeras para perajin jamu di Desa Gentasari, Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
"Sedang dilakukan penyelidikan oleh Propam," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono kepada Kompas.com, Selasa (6/10/2020).
Oknum polisi itu disebut berpangkat AKBP dan bertugas di Mabes Polri.
Menurut keterangan salah satu korban, akumulasi kerugian yang diderita para korban mencapai lebih dari Rp 7 miliar.