News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

UU Cipta Kerja

Tolak UU Cipta Kerja: 2 Juta Buruh Ancam Mogok Kerja Nasional Mulai Hari Ini, Berikut Tuntutannya

Penulis: Inza Maliana
Editor: Tiara Shelavie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Buruh menggelar aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law di Banda Aceh, Selasa (25/8/2020). Para buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Aceh melakukan unjuk rasa menolak RUU Omnibus Law karena dinilai dapat merugikan pekerja dan lingkungan hidup. Serambi Indonesia/Hendri

TRIBUNNEWS.COM - Sejumlah konfederasi serikat buruh mengecam keras pengesahan Omnibus Law Rancangan Undang-undang Cipta Kerja dalam Rapat Paripurna di DPR RI, Jakarta, Senin (5/10/2020).

Mereka kecewa lantaran proses pembahasan hingga pengesahan yang dimotori DPR dan pemerintah, tidak membuka ruang partisipasi publik.

Buntutnya, ancaman mogok kerja nasional mulai gencar diserukan oleh jutaan buruh di Indonesia.

Terlebih, pengesahan ini dilakukan di tengah gencarnya elemen buruh dan masyarakat menolak aturan itu.

"Kami sangat kecewa sekali, kita marah, ingin menangis, ingin menunjukan ekspresi kita kepada DPR dan pemerintah," ujar Wakil Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Jumisih saat dihubungi Kompas.com, Senin (5/9/2020).

DPR RI sahkan RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. (kanal YouTube DPR RI)

Baca: Di UU Cipta Kerja Pegawai yang Kena PHK Dapat Jaminan Kehilangan Pekerjaan, Bagaimana Skemanya?

Menurutnya, pengesahan UU Cipta Kerja semakin meyakinkan bila pemerintah dan DPR tidak berpihak kepada buruh.

Namun, lahirnya undang-undang itu juga menggambarkan sikap pemerintah dinilai lebih pro terhadap kaum korporasi dan pemodal.

Alhasil, lanjut Jumisih, sikap pemerintah dan DPR justru menjauhkan cita-cita bangsa untuk mensejahterakan masyarakat.

Alih-alih jaminan kesejahteraan yang diterima, masyarakat justru ditimpa beban atas pengesahan UU Cipta Kerja.

"Pemerintah sedang mewariskan kehancuran untuk generasi kita dan generasi akan datang."

"Jadi pemerintah mewariskan bukan kebaikan, tapi kehancuran untuk rakyatnya sendiri, per hari ini," ucap Jumisih. 

Ancaman buruh mogok kerja

Sebanyak 2 juta buruh akan melakukan mogok kerja nasional yang dimulai hari ini, Selasa (6/10/2020) hingga Kamis (8/10/2020).

Hal itu disampaikan oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dalam keterangan tertulis, Senin (5/10/2020).

"32 federasi dan konfederasi serikat buruh dan beberapa federasi serikat buruh lainnya siap bergabung dalam unjuk rasa serempak secara nasional," ujar Said Iqbal.

Said menjelaskan, aksi mogok kerja tersebut akan diikuti buruh yang bekerja di sektor kimia, energi, pertambangan.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menegaskan aksi mogok nasional selama tiga hari tetap berjalan, sebagai bentuk penolakan Undang-Undang Cipta Kerja (ist)

Baca: UU Cipta Kerja Pangkas Sejumlah Hak Pekerja, Libur 2 Hari dalam Seminggu Dihapus

Tekstil, garmen, sepatu, otomotif, komponen elektronik serta industri besi dan baja.

Kemudian, diikuti buruh di sektor farmasi dan kesehatan, percetakan dan penerbitan, industri pariwisata, industri semen.

Serta telekomunikasi, pekerja transportasi, pekerja pelabuhan, logistik, hingga perbankan.

Adapun, sebaran wilayah 2 juta buruh yang akan menggelar mogok kerja meliputi Jakarta, Bogor, Depok, Tengerang Raya, Serang, Cilegon, Bekasi, Karawang.

Purwakarta, Subang, Cirebon, Bandung Raya, Semarang, Kendal, Jepara, Yogyakarta, Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, dan Pasuruan.

Kemudian diikuti oleh Aceh, Padang, Solok, Medan, Deli Serdang, Sedang Bedagai, Batam, Bintan, Karimun, Muko-Muko, Bengkulu, Pekanbaru, Palembang, Bandar Lampung, dan Lampung Selatan.

DICEGAT APARAT - Ratusan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Tangerang Raya, batal berunjukrasa ke Gedung DPR/MPR setelah dicegat aparat keamanan di Jalan Gatot Subroto Km 5.3, Jatiuwung, Kota Tangerang, Senin (5/10/2020). Sedianya mereka akan berunjukrasa ke Senayan untuk menolak disahkannya RUU Omnibus Law, akhirnya mereka hanya bisa berunjukrasa di jalanan. WARTA KOTA/NUR ICHSAN (WARTA KOTA/WARTA KOTA/NUR ICHSAN)

Baca: Selain UU Cipta Kerja, Ini Saran Pengamat untuk Kalahkan Vietnam dalam Hal Menarik Investasi Asing

Serta akan dilakukan di Banjarmasin, Palangkaraya, Samarinda, Mataram, Lombok, Ambon, Makasar, Gorontalo, Manadao, Bitung, Kendari, Morowali, Papua, dan Papua Barat.

Said menyatakan, aksi mogok nasional ini didasarkan pada UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan UU Nomor 21 Tahun 2000.

Khususnya Pasal 4 yang menyebutkan, fungsi serikat pekerja salah satunya adalah merencanakan dan melaksanakan pemogokan.

"Selain itu, dasar hukum mogok nasional yang akan kami lakukan adalah UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM."

"Dan UU Nomor 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik," tegas Said.

Tuntutan para buruh

Said menuturkan, dalam mogok kerja tersebut, buruh juga akan menyuarakan berbagai tuntutan menyusul lahirnya UU Cipta Kerja.

Antara lain, buruh menuntut upah minimum kota (UMK) tanpa syarat dan upah minimum sektoral kota (UMSK) tidak dihilangkan.

Selain itu, buruh meminta nilai pesangon tidak berkurang.

DICEGAT APARAT - Ratusan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Tangerang Raya, batal berunjukrasa ke Gedung DPR/MPR setelah dicegat aparat keamanan di Jalan Gatot Subroto Km 5.3, Jatiuwung, Kota Tangerang, Senin (5/10/2020). Sedianya mereka akan berunjukrasa ke Senayan untuk menolak disahkannya RUU Omnibus Law, akhirnya mereka hanya bisa berunjukrasa di jalanan. WARTA KOTA/NUR ICHSAN (WARTA KOTA/WARTA KOTA/NUR ICHSAN)

Baca: Daftar Pasal Kontroversial UU Cipta Kerja yang Dinilai Rugikan Buruh, 7 Poin Ini Jadi Sorotan

Buruh juga menolak adanya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau karyawan kontrak seumur hidup.

Kemudian, buruh juga menolak adanya outsourcing seumur hidup, waktu kerja yang eksploitatif serta hilangnya cuti dan hak upah atas cuti.

Buruh juga menuntut karyawan kontrak dan outsourcing harus mendapatkan jaminan kesehatan dan pensiun.

"Sementara itu, terkait dengan PHK, sanksi pidana kepada pengusaha dan TKA harus tetap sesuai dengan isi UU No 13 Tahun 2003," terang Said.

(Tribunnews.com/Maliana, Kompas.com/Achmad Nasrudin Yahya)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini