TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham) mencatat ada 538 terpidana mati yang sedang menunggu untuk dieksekusi.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kemenkumham, Sri Puguh Budi Utami, mengatakan para terpidana mati itu terdiri dari macam variasi umur.
Rinciannya, 16-20 tahun sebanyak 16 orang, 11-15 tahun (37 orang), 6-10 tahun (97 orang), dan 8 bulan-5 tahun (204 orang).
"Dari 538 terpidana tersebut, 4 orang di antaranya tengah menunggu waktu eksekusi selama lebih dari 20 tahun," ucap Sri dalam webinar Peluncuran Laporan Hukuman Mati 2020: Fenomena Deret Tunggu Terpidana Mati di Indonesia lewat saluran Youtube ICJR, Kamis (8/10/2020).
Baca: Kesal Sering Ditantang, Pria Ini Nekat Bacok Tetangganya hingga Tewas, Pelaku Terancam Hukuman Mati
Sri mengatakan bahwa waktu menunggu untuk dieksekusi tersebut membikin para terpidana mati mengalami gangguan psikis juga mental.
"Banyak sekali mereka yang saat ini dijatuhi pidana mati ini beberapa kali melukai dirinya, mungkin sudah tekanan psikologis yang sangat luar biasa," katanya.
Menurut Sri, hal itu juga membuat hukuman mati dan hukuman seumur hidup seakan tak ada bedanya.
"Pidana mati itu kan pidana sampai mati, biarkan lah saja saya di lapas di sini sampai mati, kan sampai mati juga," tutur Sri seperti menirukan ucapan terpidana mati.
Makanya, ia mengusulkan agar ada skema komutasi di mana terpidana mati yang 10 tahun menjalani masa pidana dan berkelakuan baik dapat diubah hukumannya menjadi seumur hidup.
Sebab, menurut Sri, tidak sedikit terpidana mati yang sikapnya telah berubah menjadi baik selama menunggu eksekusi mati tersebut.
"Ada satu cerita saudara kita yang sudah menjalani pidana 15 tahun menunjukkan perubahan sikap yang sangat baik, tidak sekadar sadar tapi juga produktif karena sudah menghasilkan secara ekonomi untuk mendukung kehidupan keluarganya, eh ndilalah harus menjalani eksekusi mati," tutur Sri.