TRIBUNNEWS.COM - Wabah pandemi COVID-19 telah memukul keberlangsungan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di tanah air. Hasil survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebutkan sekitar 94,69 persen UMKM mengalami penurunan penjualan selama masa pandemi.
Bahkan, survei ini juga menyebut sebanyak 72,02 persen usaha diperkirakan akan gulung tikar setelah bulan November nanti. Padahal, UMKM sejauh ini menyerap sekitar 97,02 persen tenaga kerja tanah air.
Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Anetta Komarudin menilai kebijakan pemulihan UMKM berorientasi pertumbuhan jangka panjang akan menjadi kunci keberhasilan pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi.
“Daya tahan UMKM sangat terguncang akibat pandemi COVID-19. Berbagai stimulus dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) seperti bantuan produktif usaha mikro, subsidi bunga, penjaminan kredit telah diluncurkan oleh Pemerintah untuk menopang kelangsungan UMKM. Mengingat realisasi program PEN baru mencapai 36,6 persen per pertengahan September lalu, maka upaya akselerasi perlu terus ditingkatkan. Sejalan dengan langkah tersebut, disahkannya Undang-Undang (UU) Cipta Kerja juga diharapkan dapat menjadi pendukung percepatan pemulihan UMKM,” ungkap Puteri.
UU Cipta Kerja yang telah disetujui bersama oleh pemerintah dan DPR RI pada Sidang Paripurna Senin lalu (5/10), salah satunya mengatur mengenai pemberdayaan UMKM dengan memberi kemudahan dan perlindungan bagi koperasi dan UMKM.
Beberapa manfaat tersebut, antara lain, kemudahan dalam proses perizinan, pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), mendirikan Perseroan Terbatas (PT) perseorangan, hingga proses sertifikasi halal yang ditanggung pemerintah.
“Jika stimulus bagi UMKM dalam program PEN adalah untuk memastikan pelaku usaha bertahan di tengah pandemi, maka langkah selanjutnya adalah untuk memastikan agar mereka kembali pulih sepenuhnya. Di sinilah fasilitas kemudahan berusaha bagi UMKM yang termuat dalam UU Cipta Kerja berperan sebagai stimulus jangka panjang bagi pelaku usaha agar dapat mendorong pengembangan bisnis lebih lanjut. Hal ini mengingat bahwa dukungan legalitas badan usaha maupun kemudahan perizinan menjadi salah satu faktor penting bagi UMKM untuk mendapat dukungan pembiayaan atau investasi,” ungkap Wakil Sekretaris Fraksi Partai Golkar ini.
Lebih lanjut, Puteri juga menambahkan bahwa menurut beberapa kajian kebijakan yang dilaporkan Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) maupun Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) pada Juni dan Juli lalu, kebijakan struktural yang berorientasi pada pertumbuhan dalam jangka panjang sangat diperlukan di samping dukungan likuiditas jangka pendek melalui stimulus fiskal. Kebijakan tersebut diperlukan untuk mendukung dan memperkuat daya saing UMKM dalam menghadapi tantangan yang hadir akibat pandemi.
“Dukungan jangka panjang bagi UMKM perlu dipersiapkan dari sekarang. Setiap negara pun menerapkan kebijakan yang berbeda sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Misalnya, Kanada dan Korea Selatan yang mengeluarkan kebijakan bagi UMKM untuk dapat mengakses pasar alternatif melalui intensifikasi ekspor. Contoh lainnya, Malaysia yang mempromosikan formalitas bisnis bagi usaha ultra mikro. Sementara di Indonesia sendiri, kemudahan perizinan dan legalitas pembentukan badan usaha bagi UMKM menjadi fokus pemerintah untuk mendukung kemajuan UMKM ke depan,” tutur Puteri.
Menutup keterangannya, Puteri pun meminta Pemerintah agar dapat segara menyusun berbagai peraturan pelaksana sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Cipta Kerja ini.
“Nantinya kita akan terus mengawal, memantau, dan mengevaluasi agar memastikan pelaksanaannya sesuai dengan tujuan awal, yaitu mengungkit pertumbuhan ekonomi dan memberdayakan UMKM. Agar sesuai dengan dinamika pelaksanaan peraturan di lapangan, tidak menutup kemungkinan bahwa penyesuaian akan dilakukan sesuai kebutuhan. Tentu saja dengan tetap memerhatikan dan melibatkan berbagai aspirasi dari masyarakat dan entitas terkait,” tutup Puteri. (*)