TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKS Mardani Ali Sera prihatin aksi massa tolak Undang-Undang Cipta Kerja di 18 provinsi diwarnai kekerasan dan perusakan fasilitas umum.
"Saya menyesalkan berbagai aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di berbagai provinsi diwarnai kekerasan, berbagai video viral yang berdar seperti bukan laku manusiawi saja, saya juga berharap penyampaian aspirasi bisa secara tertib dan menjaga fasilitas publik,” kata Mardani kepada wartawan, Jumat (9/10/2020).
Mardani mengingatkan pemerintah, berunjuk rasa di muka umum merupakan hak warga negara dan dilindungi oleh konstitusi, yakni dalam Pasal 28E UUD 1945 dan mekanismenya di atur dalam UU No. 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.
"Dalam alam demokrasi Pancasila wajar ada masyarakat yang protes lewat mekanisme demo, Pemerintah jangan phobia dan lari, mereka juga pasti punya alasan yang kuat apa lagi di tengah pandemi Covid-19," ucapnya.
Ketua DPP PKS itu juga mengkritik pemerintah yang menutup telinga terhadap dampak UU Cipta Kerja yang menciptakan sientralistik rasa Orde Baru ini,
"Pemerintah seolah-oalah menutup kuping sambil lalu pergi ke sawah melihat singkong lewat drone padahal di luar orang terik-teriak minta tolong," kata Mardani.
Selaini itu, Mardani menilai UU Cipta Kerja ini memuat pasal-pasal anti lingkungan hidup, liberalisasi pertanian, abai terhadap hak asasi manusia dan mengabaikan prosedur pembentukan UU.
Menurut Mardani, hal itu karena tidak adanya oposisi sebagai penyeimbang pemerintah sehingga tidak ada koreksi dan checks and balances dalam tubuh negara,
"Gerakan jalanan lahir karena tidak adanya oposisi dalam negara, Gerakan #KamiOposisi harus terus hidup sebagai penyeimbang berjalannya negara ini agar sesuai dengan cita-cita kebangsaan menjadi bangsa yang merdeka bersatu, berdaulat adil dan makmur," pungkas Mardani.