TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI fraksi PKS Ledia Hanifa Amaliah menegaskan, proses pembahasan RUU Cipta Kerja sangat cepat dan terburu-buru.
Bahkan karena cepatnya, Ledia menyebut pembahasan RUU Cipta Kerja seperti kerja paksa atau rodi saat zaman penjajahan Belanda di Indonesia.
Sebab, pembahasan dilakukan tidak hanya pada hari-hari kerja, namun juga dilakukan seminggu penuh.
Hal itu disampaikannya dalam webinar bertajuk 'Nasib Buruh Pasca UU Cipta Kerja', Senin (12/10/2020).
"Kalau ini kita udah kayak kerja rodi, Senin sampai Minggu, dari jam 10 pagi sampai jam 10 malam," kata Ledia.
"Tadinya sih mula-mulanya cuma sampai jam 5 (sore), lama-lama sampai jam 7 malam, lama-lama sampai jam 9 malam, lama-lama sampai Jumat, Sabtu juga lama-lama sampai Minggu juga, saking ingin cepat selesai," imbuhnya.
Baca: UU Cipta Kerja Resahkan Para Pekerja, TrawlBens Gencar Buka Peluang Usaha Baru
Baca: Ekonom: UU Cipta Kerja Bikin Produk Pangan Impor Bebas Masuk Indonesia
Baca: FPI, GNPF, PA 212 dan Puluhan Ormas Akan Gelar Aksi Besar Tolak UU Cipta Kerja di Istana Negara
Anggota Komisi X DPR RI itu mengatakan, awalnya fraksi PKS menolak mengirimkan nama anggota yang akan ikut pembahasan RUU Cipta Kerja.
Namun, pada akhirnya PKS merasa berkepentingan untuk menyuarakan pandangan sebagai partai oposisi terhadap RUU Cipta Kerja.
"Fraksi PKS memutuskan untuk mengirimkan perwakilan ke panja RUU Cipta Kerja untuk menyuarakan pandangan partai oposisi di dalam dan di luar parlemen. Kita merasa bahwa ini merupakan satu hal yang tepat," ucapnya.
"Kemudian fraksi PKS hanya membatasi konsep Omnibus Law sebagai pendekatannya hanya harmonisasi dan sinkronisasi, kalau ada tumpang tindih, artinya ada konsekuensi, konsekuensinya harus punya koherensi dengan tujuan penciptaan lapangan kerja dan kemajuan UMKM," pungkasnya.
Diketahui, RUU Cipta Kerja disahkan menjadi UU dalam pembicaraan Keputusan Tingkat II melalui Rapat Paripurna DPR pada Senin (5/10/2020) lalu.