TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Draf final Undang-Undang Cipta Kerja terus mengalami perubahan setelah disahkan DPR bersama pemerintah dalam rapat paripurna pada Senin (5/10) lalu.
Terkini, draf tersebut menyusut menjadi 812 halaman.
Terkait hal itu, Presiden KSPI Said Iqbal mempertanyakan apakah terjadi kejahatan konstitusional dalam perubahan-perubahan halaman draf UU Cipta Kerja tersebut.
"Kami para buruh bertanya, sekali lagi ini pertanyaan bukan pernyataan. Apakah telah terjadi kejahatan konstitusional oleh anggota DPR?" tanya Said, ketika dihubungi Tribunnews.com, Selasa (13/10/2020).
Baca juga: KSPSI Siapkan Tim Hukum Untuk Gugatan Judicial Review UU Cipta Kerja
Said juga mempertanyakan soal jumlah halaman draf UU Cipta Kerja yang berubah hingga lima kali.
Menurutnya terjadi tidaknya kejahatan konstitusional dalam hal ini hanya dapat dijawab oleh ahli tata negara.
"Mengapa bisa berubah-ubah? Lima kali lho berubahnya. Pertama 905 halaman, kedua jadi 1.028 halaman, ketiga jadi 1.052 halaman, keempat jadi 1.035 halaman, dan terakhir 812 halaman. Jadi sekali lagi pertanyaan kami, apakah telah terjadi kejahatan konstitusional? Hanya para ahli tata negaralah yang bisa menjawab itu," ungkapnya.
Dia mengatakan dari awal para buruh termasuk KSPI sudah mengingatkan untuk tak tergesa-gesa dalam membahas UU Cipta Kerja.
Khususnya membahas klaster ketenagakerjaan yang hanya lima hingga tujuh hari.
Said melihat hal itu tak ubahnya menabrak semua tata tertib di DPR.
Said merujuk kepada satu berita dimana politikus PAN Drajat Wibowo menjadi narasumber.
Disitu disebutkan beberapa tata tertib DPR ditabrak.
Satu di antaranya tim Perumus harus melibatkan beberapa fraksi mengirimkan wakilnya.
Dari tim Perumus maka masuklah di tim sinkronisasi yang dikepalai oleh salah satu anggota Panja Baleg, dari tim sinkronisasi kemudian ada pandangan mini fraksi, yang kemudian diolah lagi menjadi draf atau kalau memang tidak lagi draf yakni keputusan Panja Baleg.