News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

UU Cipta Kerja

Pengamat Duga Ada 2 Kelompok yang Manfaatkan Aksi Unjuk Rasa Tolak UU Cipta Kerja

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo menemui ribuan pendemo yang memadati Jalan Pahlawan depan kantor Gubernur dan DPRD Provinsi Jateng, Senin (12/10/2020).Dalam orasinya Ganjar menegaskan bahwa sudah menelpon para menteri terkait tuntutan para buruh. Aksi demo berlangsung dengan tertib dan damai. Diakhir demo, para buruh memberikan bunga kepada TNI dan Polri sebagai simbol perjuangan menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang berjalan lancar. (Tribun Jateng/Hermawan Handaka)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polemik tentang omnibus law khususnya klaster RUU Cipta Kerja sejak diwacanakan hingga pembahasan dan disahkan dalam Paripurna masih menyisakan pro dan kontra di tengah masyarakat.

Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai, pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) menjadi Undang-Undang Cipta Kerja bahkan memicu aksi demo di sejumlah daerah.

Meski, Karyono menyebut bahwa fenomena ketidakpuasan yang diekspresikan dalam bentuk aksi unjuk rasa merupakan hal lumrah.

"Aksi demonstrasi dalam pembahasan sebuah RUU seperti halnya RUU Cipta Kerja ini adalah hal biasa sebagaimana sering terjadi dalam pembahasan rancangan undang-undang (RUU) yang lain," kata Karyono melalui keterangan tertulis kepada Tribunnews, Selasa (13/10/2020).

Baca juga: Sebanyak 50.000 Buruh Banten Dipastikan akan Kembali Berunjuk Rasa Tolak UU Cipta Kerja

Baca juga: KAMI Disebut Sengaja Buat Rusuh Demo UU Cipta Kerja di Medan, Kapolda Sumut: Bisa Kita Buktikan

Lebih lanjut, Karyono mengatakan, dalam pembahasan RUU acapkali menimbulkan konflik dari para pihak yang berkepentingan.

Ketidakpuasan kalangan buruh tidak hanya diekspresikan pada pembahasan RUU Cipta Kerja.

Ketidakpuasan yang berujung pada aksi demo, sebelumnya juga terjadi dalam pembahasan RUU maupun kebijakan dalam pelbagai regulasi yang menyangkut nasib kaum buruh.

"Tentu saja, organisasi serikat buruh berkepentingan untuk memperjuangkan hak -hak buruh," ucapnya.

Sementara, pemerintah bersama DPR sebagai regulator memiliki kepentingan untuk membuat aturan yang diselaraskan dengan program pembangunan nasional seperti meningkatkan investasi dan penciptaan lapangan kerja.

Dalam fungsinya sebagai regulator dan fasilitator, maka pemerintah perlu menjaga kesimbangan antara meningkatkan investasi dengan kesejahteraan buruh atau pekerja.

Baca juga: Sempat Ikut Aksi Demo Tolak UU Cipta Kerja, Pentolan Buruh di Batam Terkonfirmasi Positif Covid-19

Massa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) menggelar aksi unjuk rasa menolak pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (12/10/2020). Mereka menuntut pengesahan UU Cipta Kerja itu yang tidak mengakomodir usulan dari mitra perusahaan untuk membuat perjanjian bersama (SP/SB) dalam pertemuan tim tripartit. Selain itu, KSBSi juga mendesak soal kontrak kerja tanpa batas, outsourcing diperluas tanpa batas jenis usaha, upah dan pengupahan diturunkan dan besaran pesangon diturunkan. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

Peran pemerintah sebagai regulator adalah menyiapkan arah untuk menyeimbangkan penyelenggaraan pembangunan melalui penerbitan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan pengusaha membutuhkan kepastian hukum demi terciptanya iklim usaha yang kondusif dan sustainable.

Konteks inilah yang membutuhkan kesepahaman oleh para pemangku kepentingan (stakeholder).

"Terjadinya aksi unjuk rasa karena belum ada kesepahaman di antara para stakeholder. Aksi demo yang dilakukan sejumlah elemen buruh karena pihak buruh merasa beleid tersebut belum memenuhi sekurang-kurangnya ada 7 poin yang menjadi keberatan, yaitu soal upah minimum yang penuh persyaratan, pesangon, kontrak kerja, outsourcing, kompensasi, waktu kerja, dan soal upah cuti," papar Karyono.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini