Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepolisian RI menangkap sebanyak 1.577 orang terkait aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya pada Selasa (13/10/2020) kemarin.
Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono menyebut mengatakan penangkapan terbanyak dilakukan oleh jajaran Polda Metro Jaya. Sisanya, tersebar di beberapa Polres-Polres di daerah.
"Berasal dari Ditreskrimum 512 orang, Polres Jaksel 145 orang, Polres Jakut 147 orang, Polres Tangerang Kota 185, Polres Metro Bekasi 173 orang dan Polres Tangsel 119 orang," kata Argo dalam keterangan tertulisnya, Rabu (14/10/2020).
Argo menyampaikan 47 dari 1.577 peserta unjuk rasa dinyatakan reaktif corona.
Baca juga: Prabowo Subianto: Yang Demo Belum Baca Omnibuslaw!
Untuk pendemo yang ditemukan reaktif corona langsung dibawa ke Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Lebih lanjut, Argo menambahkan peserta unjuk rasa yang ditangkap itu masih tengah dilakukan proses pemeriksaan lebih lanjut. Jika nantinya dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana maka akan diproses sesuai hukum yang berlaku.
"Diperiksa dan kalau memenuhi unsur pidana diproses," tandasnya.
Baca juga: Demo Berakhir Ricuh, Perusuh Lempar Bola Kasti Berisi Cairan Kimia
Anarko
Aksi unjukrasa yang dilakukan massa yang mengatasnamakan Anak NKRI dalam gerakan 1310 berujung bentrok pada Selasa, (13/10/2020).
Pengunjuk rasa melempari aparat yang dibalas dengan tembakan gas air mata di sekitar kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat.
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Nana Sudjana yang sempat meninjau penanganan unjukrasa mengatakan bahwa kurang lebih 500 orang ditangkap dalam peristiwa bentrokan tersebut.
"Sampai saat ini jadi ada sekitar 500 orang, 500 orang yang kita tangkap," kata Nana di kawasan Thamrin, Jakarta.
Baca juga: 13 Mahasiswa Universitas Patimura Ambon yang Diamankan saat Demo UU Cipta Kerja Masih di Sel
Mereka ditangkap karena melakukan aksi provokasi. Sebagian dari mereka yang diamankan yakni kelompok anarko yang berusia pelajar.
"Ini termasuk beberapa anarko yang berada di wilayah. Anarko, anak pelajar ini yang seharusnya mereka itu belajar malah dia mengikuti aksi. Jadi seharusnya tidak boleh itu," katanya.