TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah elite Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ditetapkan Bareskrim Polri sebagai tersangka penghasutan dan penyebaran hoaks soal UU Cipta Kerja.
Polisi menangkap 9 orang di wilayah Medan, Jakarta, Depok dalam kurun waktu 9-13 Oktober 2020.
Para tersangka diketahui sebagian merupakan petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).
Para petinggi KAMI yang ditetapkan sebagai tersangka di antaranya Ketua KAMI Medan Khairi Amri (KHA), kemudian petinggi KAMI Syahganda Nainggolan (SN), Jumhur Hidayat (JH), dan Anton Permana (AP).
Kemudian ada mantan Caleg PKS Kingkin Anida (KA), admin akun @podoradong Deddy Wahyudi (DW) selaku , dan 3 lainnya merupakan pengurus KAMI Medan Juliana (JG), Novita Zahara S (NZ), serta Wahyu Rasasi Putri (WRP).
Baca juga: Arief Poyuono Minta Jokowi dan Megawati Perintahkan Kapolri Lepaskan Petinggi KAMI
Kesembilan orang yang terdiri dari empat wanita dan lima pria tersebut dihadirkan di hadapan awak media saat Bareskrim Polri merilis kasusnya di Gedung Utama Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.Kamis (15/10/2020).
Pantauan Tribunnews.com, terlihat kedua tangan mereka diikat menggunakan kabel ties dengan posisi tangan di depan.
Mereka pun mengenakan seragam tahanan berwarna oranye bertuliskan 'Tahanan Bareskrim Polri' ketika dipertontonkan pihak Kepolisian.
Sikap kepolisian tersebut mengundang reaksi dari sejumlah tokoh.
Baca juga: Penangkapan Aktivis KAMI Disebut untuk Bungkam Suara Kritis, Mahfud MD : Kritiknya Gak Ada yang Baru
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Assiddiqie menyayangkan perlakuan polisi terhadap para aktivis politik yang ditangkap tersebut.
Jimly menyebut, tidak pantas para aktivis itu dipermalukan di depan media.
"Ditahan saja tidak pantas apalagi diborgol untuk kepentingan disiarluaskan. Sebagai pengayom warga, polisi harusnya lebih bijaksana dalam menegakkan keadilan dan kebenaran. Carilah orang jahat, bukan orang salah atau yang sekedar 'salah'," tulis Jimly di akun Twitternya dilansir dari wartakotalive.com, Jumat (16/10/2020).
Hal senada diungkapkan politikus Gerindra Fadli Zon.
Ia membandingkan bagaimana pemerintahan Belanda memperlakukan tahanan politik yang dinilai masih lebih manusiawi.