TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Relawan pendukung Joko Widodo (Jokowi) mendukung langkah kepolisian menangkap para perusuh Undang-undang Cipta Kerja pada Kamis 8 Oktober 2020 lalu.
Ketua Relawan Jokowi Mania (JoMan), Immanuel Ebenezer (Noel) meminta aparat membongkar siapa dalang dibalik aksi kerusuhan tersebut.
“Kami mendukung sikap tegas kepolisian dalam menindak perusuh yang merusak dan mengganggu ketertiban umum. Tapi ungkap juga dong sumber dananya, darimana itu berasal dan siapa aktor intelektualnya. Kalau itu terjadi, baru jempol,” katanya saat dihubungi, Jumat, (16/10/2020).
Meskipun demikian Noel menyayangkan kepolisian yang langsung melakukan penangkapan terhadap sejumlah aktivis diantaranya petinggi KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) yakni Jumhur Hidayat dan Syahganda Nainggolan.
Menurutnya tidak perlu ada penangkapan terhadap para aktivis yang pro terhadap demokrasi apabila hanya menyampaikan kritikan.
“Kami sesalkan penangkapan para aktivis yang pro demokrasi, yakni Jumhur Hidayat dan Syahganda Nainggolan oleh aparat kepolisian,” tuturnya.
Agar UU Cipta Kerja ini tidak simpang siur, Noel meminta Presiden Jokowi bertemu dan berdiskusi dengan para aktivis mahasiswa, buruh dan aktivis pro demokrasi.
Menjelaskan maksud dari UU Cipta Kerja dan mengakomodir masukan dari akar rumput.
“Apalagi, Pak Jokowi juga minta para aktivis 98’ untuk mengkritisi kebijakannya agar benar-benar pro rakyat. UU Omnibus Law ini baik untuk semua rakyat, tapi memang ada beberapa pasal yang perlu dikritisi supaya bisa mengakomodir semua kelompok. Kalau UU ini bisa mengakomodir untuk semua, pastinya baik untuk investasi,” pungkasnya.
Sebelumnya Bareskrim Polri menyebutkan penangkapan deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Jumhur Hidayat diduga terkait ujaran kebencian melalui akun sosial media Twitternya.
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono menyampaikan Jumhur diduga menyebarkan ujaran kebencian terkait dengan Omnibus Law UU Cipta Kerja, satu di antara cuitan yang dipersoalkan adalah tudingan regulasi itu titipan Tiongkok.
"Tersangka JH di akun twitternya menulis salah satunya UU memang untuk primitif. Investor dari RRT dan pengusaha rakus. Ada beberapa tweetnya. Ini salah satunya," kata Argo di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (15/10/2020).
Menurutnya, unggahan tersebut diklaim menjadi pemicu adanya kerusuhan saat aksi demo tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di daerah dan merupakan hasutan kepada masyarakat.
Ia juga menyampaikan unggahan itu memuat berita bohong dan mengandung kebencian berdasarkan SARA.
"Akibatnya anarkis dan vandalisme dengan membuat kerusakan-kerusakan ini sudah kitabtangani. Pola dari hasutan," jelasnya.
Dalam kasus ini, polisi menyita sejumlah barang bukti berupa handphone, KTP, harddisk, hingga akun Twitter milik Jumhur.
Selain itu, polisi juga menyita spanduk, kaos hitam, kemeja, rompi dan topi.
Atas perbuatannya itu, Jumhur Hidayat dijerat dengan pasal dalam Pasal 28 ayat 2 kita juncto Pasal 45A ayat 2 UU No 19 Tahun 2016 tentang ITE, Pasal 14 ayat 1 dan 2, dan pasal 15 UU No 1 Tahun 1946. Ancamannya hukumannya selama 10 tahun.