TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo tidak khawatir disebut sebagai bagian dari "Kadrun" setelah tampil mengenakan peci putih saat mendampingi Presiden Joko Widodo menemui massa Aksi 212 pada 2016 silam.
Menurut Gatot hal itu adalah risiko yang harus dihadapinya dalam menjalankan tugasnya sebagai Panglima TNI pada saat itu yakni mengamankan Presiden Jokowi.
Saat itu Gatot memilih mengenakan peci putih yang merupakan bagian dari tugas yang dijalaninya yakni mengamankan Presiden Jokowi.
Hal itu diungkapkan Gatot saat wawancara dengan Karni Ilyas dalam tayangan bertajuk Karni Ilyas Club - "Manuver Jenderal Gatot" yang tayang perdana di kanal Youtube Karni Ilyas Club pada Jumat (16/10/2020).
"Bagi saya, saya memegang teguh doktrin yang selalu saya terima yaitu asas tujuan. Apabila asas tujuan tercapai, risiko semuanya itu, kalau cuma ke saya sendiri, saya mau dibilang apa. Di 212 pun saya juga dibilangnya orangnya pemerintah. Jadi saya 'tidak disukai keduanya' itu resiko lah. Biasa saja begitu, seperti mau dibilang apa atau apa. Pada saat usia sekarang ini, mau dibilang kadrun, ya Allah tahulah apa yang saya lakukan, itu saja kunci saya, makanya saya santai-santai saja," kata Gatot.
Baca juga: Ini Sejumlah Kekhawatiran Gatot Nurmantyo Terkait UU Cipta Kerja
Apa yang dilakukannya ketika itu, kata Gatot, tidak lain untuk menunjukan bahwa meski pada saat itu menjabat sebagai Panglima TNI merupakan aparat, namun di satu sisi ia juga bagian dari dari mereka.
Dengan demikian, kata Gatot, saat itu ia dapat tetap berkomunikasi dengan massa aksi tersebut.
Di samping itu apa yang dilakukannya pada saat itu, kata Gatot, tidak lepas dari peristiwa sebelumnya di mana demonstrasi 411 di depan Istana Negara berujung ricuh.
"Kekuatan Paspamres di situ pada saat itu katakanlah 400. Itu tidak bisa melawan jutaan orang di situ, walaupun niatnya baik. Contohnya, 212 ingin salaman saja dengan presiden, bersama-sama ke sana, tidak bisa dicegah. Maka saya menggunakan peci putih, tujuannya untuk menunjukan saya ini aparat lho, tapi saya juga bagian dari Anda. Jadi kalau saya bersuara, didengar oleh mereka," kata Gatot.
Sekadar informasi istilah "Kadrun" yang merupakan akronim dari "Kadal Gurun" diketahui muncul menjelang atau setelah momen politik tertentu misalnya Pilkada 2012 dan Pilpres 2019.
"Kadrun" juga kerap dihubungkan dengan kelompok tertentu di Indonesia.
Mengenal Gatot Nurmantyo
Nama Gatot Nurmantyo terus menjadi sorotan publik beberapa waktu belakangan.
Mantan Panglima TNI itu kini menjadi satu di antara deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).
Nama Gatot Nurmantyo sebenarnya tidak asing lagi di telinga khalayak sebab ia pernah menduduki jabatan strategis di militer, terlebih TNI AD.
Sebelum menjadi Panglima TNI, Gatot Nurmantyo pernah menjabat sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) ke-30.
Selepas pensiun, Gatot Nurmantyo sempat masuk dalam bursa capres-cawapres di Pilpres 2019.
Nah, pada Pilpres 2024, nama Gatot Nurmantyo kembali disebut oleh sebuah lembaga survei sebagai tokoh yang berpotensi maju.
Berikut rekam jejak Gatot Nurmantyo sebagaimana dirangkum Tribunnews.com dari berbagai sumber:
1. Karier di TNI
Gatot Nurmantyo adalah lulusan Akademi Militer (Akmil) tahun 1982 dan berpengalaman di kecabangan infanteri baret hijau Kostrad.
Karier pria kelahiran Tegal 13 Maret 1960 di dunia militer terbilang cukup cemerlang.
Sebelum ditarik ke Jakarta, Gatot Nurmantyo pernah berdinas di Papua menjadi Komandan Kodim 1707/Merauke kemudian Komandan Kodim 1701/Jayapura.
Setelah pindah ke Jakarta, karier Gatot Nurmantyo semakin menanjak.
Ia pernah menjadi Komandan Komando Pembinaan Doktrin, Pendidikan dan Latihan TNI Angkatan Darat (Kodiklat), Panglima Komando Daerah Militer V/Brawijaya, dan Gubernur Akademi Militer.
Kemudian pada 2013, ia diangkat menjadi Panglima Komando Cabang Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) ke-35.
Setahun menjabat Pangkostrad, Gatot Nurmantyo menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) pada 2014–2015.
Baca: Bantah Didanai Gatot Nurmantyo, PKS: Jika KAMI Ingin Dipercaya, Urusan Dana Harus Transparan
2. Calon tunggal Panglima TNI
Puncaknya, Gatot Nurmantyo dipilih oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon tunggal Panglima TNI.
Nama Gatot diusulkan Jokowi ke DPR pada 9 Juni 2015.
Setelah lolos dalam uji kepatutan dan kelayakan di DPR, Gatot dilantik menjadi Panglima TNI menggantikan Moeldoko yang pensiun pada 1 Agustus 2015.
Gatot Nurmantyo resmi pensiun pada 31 Maret 2018.
Sebelum pensiun, posisinya digantikan oleh Marsekal Hadi Tjahjanto yang saat itu menjabat Kepala Staf TNI Angkatan Udara.
Gatot Nurmantyo tercatat menjadi prajurit TNI selama 36 tahun sejak 1982.
3. Harta Kekayaan
Berdasarkan LHKPN yang diakses Tribunnews.com, Selasa (29/9/2020) di laman elhkpn.kpk.go.id, harta kekayaan Gatot pada 2018 tercatat sebesar Rp 26,6 miliar.
Harta itu terdiri atas 17 bidang tanah di berbagai tempat.
Selain itu, Gatot juga memiliki tiga mobil serta sejumlah harta lainnya.
Jumlah harta Gatot naik hampir 100 persen dibanding saat awal menjabat sebagai panglima TNI pada 2015 yakni sebesar Rp 13,9 miliar, atau naik sebesar Rp 12,7 miliar.
4. Masuk bursa capres-cawapres di Pilpres 2019
Setelah tak lagi menjadi perwira TNI aktif, nama Gatot santer disebut dalam berbagai lembaga survei calon presiden atau wakil presiden pada Pilpres 2019.
Dikutip dari Kompas.com, hasil survei nasional Poltracking Indonesia sempat menyebut Gatot dinilai oleh publik sebagai figur yang paling tepat mendampingi Joko Widodo pada Pilpres 2019.
Selain itu, nama Gatot Nurmantyo juga masuk daftar cawapres mendampingi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Namun, saat itu Gatot Nurmantyo secara tak langsung menyiratkan dirinya akan berkiprah di dunia politik.
Puncaknya, Gatot Nurmantyo memastikan dirinya tidak memihak kubu manapun dalam Pilpres 2019.
5. Deklarasikan KAMI
Setelah sekian lama tak muncul, kini Gatot Nurmantyo ikut mendeklarasikan KAMI.
Saat deklarasi KAMI, Gatot Nurmantyo mengingatkan ancaman perang proksi atau proxy war di Indonesia.
"Pada tanggal 10 Maret 2014 saya berkesempatan dialog dengan civitas akademika Universitas Indonesia," kata Gatot dikutip dari akun Youtube Realita TV, Selasa (18/8/2020).
"Saya berbicara antara lain tentang proxy war, yang kini telah menjadi ancaman luar biasa terhadap kedaulatan suatu bangsa," lanjut dia.
Ia menegaskan, KAMI merupakan gerakan moral dan bukan ingin berkembang menjadi partai politik.
6. Dianggap jadi 'kuda hitam' di Pilpres 2024
Beberapa waktu lalu, lembaga riset Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA merilis 15 nama tokoh yang dinilai berpotensi berlaga pada Pilpres 2024.
Dari 15 nama tersebut, ada nama Gatot Nurmantyo yang dianggap menjadi "kuda hitam" atau sosok yang dapat memberikan faktor kejutan.
Namun, pendapat berbeda justru disampaikan Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qodari yang menilai Gatot belum cukup kuat untuk maju dalam Pilpres 2024.
Menurut Qodari, elektabilitas Gatot Nurmantyo belum cukup kuat jika dihubung-hubungkan dengan Pilpres 2024 mendatang.
Hal itu, kata dia, bisa dilihat pada Pilpres 2019 lalu. Jika memang Gatot kuat, maka sudah pasti dia dipinang oleh partai politik untuk maju pilpres.
(Tribunnews.com/Sri Juliati, Daryono, Kompas.com/Abba Gabrillin, Kristian Erdianto, Sania Mashabi)