TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyediaan anggaran untuk pembelian mobil dinas Pimpinan, Dewan Pengawas, dan pejabat KPK senilai Rp 8,9 miliar di 2021 menuai kritik publik.
Sejumlah pihak mengkritik pengadaan mobil dinas ini. Sebab, meski selama ini tidak memiliki mobil dinas, namun Pimpinan KPK sebenarnya sudah mendapat tunjangan transportasi.
Selain gaji pokok, pimpinan KPK memang mendapat berbagai tunjangan, salah satunya tunjangan transportasi.
Merujuk Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2015, tunjangan transportasi bagi pimpinan KPK mencapai hampir Rp 30 juta per bulannya yang diberikan tunai.
Rinciannya, Ketua KPK mendapatkan tunjangan transportasi tiap bulannya senilai Rp 29.546.000. Sementara Wakil Ketua KPK mendapatkan Rp 27.330.000 tiap bulannya.
Meski menuai kritik, pengadaan mobil dinas untuk Dewas, pimpinan, serta pejabat KPK ternyata sudah masuk dalam anggaran tahun 2021.
KPK bahkan sudah berkoordinasi dengan pihak terkait dalam pengadaannya.
"Dalam anggaran KPK tahun 2021 benar ada sejumlah anggaran untuk pengadaan kendaraan dinas jabatan baik itu untuk pimpinan KPK, pejabat struktural, dewas, dan kendaraan antar jemput pegawai KPK. Di mana anggaran tersebut telah disetujui DPR," ujar Plt juru bicara KPK Ali Fikri dalam pernyataan persnya, Jumat (16/10/2020).
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Ketua KPK Firli Bahuri akan mendapatkan mobil dinas yang dianggarkan sebesar Rp 1.450.000.000.
Sementara empat Wakil Ketua KPK akan mendapatkan mobil dinas dengan anggaran masing-masing Rp 1 miliar.
Sedangkan lima anggota Dewas KPK mendapat anggaran mobil dinas sebesar Rp 3.514.850.000.
Pejabat eselon I dan II KPK pun dikabarkan akan turut mendapat mobil dinas.
Ali menyebut detail spesifikasi kendaraan yang seperti apa yang akan dibeli oleh KPK masih dibahas oleh Kementerian Keuangan dan Bappenas.
Baca juga: KPK Usulkan Mobil Dinas Pimpinan dan Pejabat & Bus untuk Pegawai, ICW: Nilai Kesederhanaan Pudar
"Saat ini masih dalam proses pembahasan yang juga melibatkan Kementerian Keuangan dan Bappenas, mengenai detail unit dari masing-masing kendaraan yang akan dilakukan pengadaan untuk kendaraan dinas jabatan tersebut," ungkap Ali.
Ali masih enggan menyampaikan terkait berapa jumlah kendaraan yang nantinya akan dibeli, termasuk berapa harga masing-masing kendaraan tersebut.
Namun ia memastikan harga kendaraan tersebut masih akan menyesuaikan patokan yang tercantum di dalam e-katalog LKPP.
"Mengenai jumlahnya, tentu nanti akan menyesuaikan dengan peraturan komisi mengenai organisasi tata kerja yang saat ini masih dalam proses harmonisasi dalam proses Kemenkumham dan mengenai harganya tentu akan mengacu pada standar biaya sebagaimana yang mengacu pada peraturan Kemenkeu dan e-katalog di LKPP," kata Ali.
Baca juga: Anggota Komisi III DPR: KPK Sudah Banyak Selamatkan Uang Negara, Layak Terima Mobil Dinas
Usulan KPK
Terkait anggaran pembelian mobil dinas Pimpinan, Dewas, pejabat KPK senilai Rp 8,9 miliar di 2021 itu, Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi NasDem, Ahmad Sahroni mengatakan, DPR hanya menyetujui anggaran yang diajukan KPK agar diteruskan ke Kemenkeu.
"Komisi III hanya menyetujui dan diteruskan ke Badan anggaran DPR dan Badan Anggaran DPR melanjutkan ke Kementerian Keuangan," kata Sahroni, Jumat (16/10/2020).
Terkait alokasi anggaran, kata dia, itu merupakan urusan internal KPK. Dia menyebut Komisi III DPR yang bermitra dengan KPK tak terlibat dalam program anggaran yang dibuat.
"Terkait alokasi anggaran KPK yang diprogramkan itu adalah internal KPK sendiri yang atur segala anggarannya," kata Sahroni.
Senada dengan Sahroni, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS, Achmad Dimyati Natakusumah menyebut anggaran mobil dinas itu merupakan usulan KPK.
Baca juga: Selain Mobil Dinas Bagi Pimpinan dan Pejabat, KPK Juga Usulkan Bus Untuk Antar Jemput Pegawai
"Kalau menurut saya itu usulan KPK. Nggak mungkin tiba-tiba kita acc. Kan itu pagu indikatif, terus pagu anggaran, terus pagu alokasi, itukan usulan masing-masing," kata Dimyati.
"Ya nggak mungkin usulan DPR lah," tegasnya.
Sejumlah pihak menilai anggaran pengadaan mobil dinas KPK bukan urusan mendesak.
Mantan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, berpendapat tunjangan transportasi yang diterima pimpinan KPK sudah lebih dari cukup.
Jika pimpinan KPK membutuhkan mobil, kata Saut, bisa mengajukan kredit yang dibayar dengan tunjangan transportasi tersebut.
"Masalah mobil tidak urgent, biar negara tidak pusing urusi mobil. Cukup uang transportasi lalu gunakan itu untuk kredit mobil dan pemeliharaan mobil masing-masing pimpinan dan staf," kata Saut.
Sementara mantan Ketua KPK, Abraham Samad memandang pengadaan mobil dinas dilakukan pada saat yang tidak tepat.
Baca juga: Anggota Komisi III DPR Sebut Pengadaan Mobil Dinas Usulan KPK
Sebab Indonesia tengah dilanda pandemi corona dan membutuhkan anggaran ekstra untuk penanganannya. Terlebih, ekonomi masyarakat kini dalam kondisi yang sulit.
"Timing atau momennya sangat tidak tepat, karena sekarang kita kan menghadapi pandemi corona, yang dampaknya itu terhadap ekonomi kita jadi tidak stabil, ekonomi kita jadi morat-marit," kata Samad kepada wartawan, Jumat (16/10/2020).
"Orang jadi banyak kehilangan pekerjaan, orang banyak tidak bisa makan karena pandemi ini terjadi krisis ekonomi. Jadi itu (pengadaan mobil dinas) aneh ya. Merusak dan mengusik rasa keadilan, jadi tidak ada empati menurut saya," ujarnya.
Mantan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, juga menilai pengadaan mobil dinas untuk Pimpinan KPK tidak mendesak.
Bahkan ia berpendapat hal itu tak sesuai dengan KPK sebagai lembaga yang menjunjung tinggi integritas dan kesederhanaan.
Menurut BW--sapaan Bambang--penggunaan mobil dinas tidak berpengaruh langsung pada upaya pemberantasan korupsi.
"Pimpinan KPK sedang meninggikan keburukannya dalam hal keteladanan. Tindakan ini sekaligus sesat paradigmatis," ujar Bambang, kepada wartawan, Jumat (16/10/2020).
Baca juga: KPK Usulkan Mobil Dinas Pimpinan dan Pejabat & Bus untuk Pegawai, ICW: Nilai Kesederhanaan Pudar
"Sedari awal KPK diprofil dan dibangun dengan brand image sebagai lembaga yang efisien, efektif, dan menjunjung tinggi integritas dan kesederhanaan.
Mobil dengan cc tinggi tidak efisien dan efektif karena tidak berpengaruh langsung pada upaya percepatan dan peningkatan kualitas pemberantasan korupsi," sambungnya.
Selain itu, BW menyebut bahwa di KPK menggunakan sistem gaji tunggal. Semua fasilitas sudah masuk di dalam gaji.
Adanya mobil dinas dinilai justru menyalahi mekanisme tersebut. Bahkan menurut dia, Pimpinan KPK melanggar etik bila kemudian menerima fasilitas lain di luar gaji.
"Seharusnya tidak boleh ada pemberian lagi fasilitas kendaraan karena akan redundant. Dengan menerima pemberian mobil dinas maka Pimpinan KPK telah melakukan perbuatan tercela yang melanggar etik dan perilaku, karena menerima double pembiayaan dalam struktur gajinya," ujar dia.(tribun network/ham/sen/dod)