TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonis empat terdakwa kasus korupsi Jiwasraya hukuman penjara seumur hidup.
Mereka adalah mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Hary Prasetyo, mantan Kepala Divisi Investasi, Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Syahmirwan, dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.
Skandal Korupsi Jiwasraya menjadi rekor baru dalam vonis seumur hidup di kategori hukuman pada perkara korupsi.
Vonis kepada empat terdawa karena vonis seumur hidup empat terdakwa ini sejalan dengan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) yang baru.
Mahkamah Agung pada Agustus lalu mengeluarkan peraturan MA Nomor 1 Tahun 2020.
Dalam aturan itu, isinya koruptor yang korupsi Rp100 miliar atau lebih dihukum maksimal penjara seumur hidup atau penjara 16 hingga 20 tahun.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyebut catatan rekor baru vonis seumur hidup bagi para koruptor dalam kasus Jiwasraya karena nilai korupsinya yang besar.
Bahkan, Boyamin meminta para terdakwa itu seharusnya bisa dihukum lebih berat lagi dengan rekor hukuman dua kali hukuman mati.
“Sebenarnya kan kerugian 100 miliar kan seumur hidup, itu kan peraturan Mahkamah Agung dan ini kan kerugianya bahkan sampai mencapai angka 16 triliun, mestinya kan dua kali seumur hidup. Artinya dengan hukuman seumur hidup tuntutan Jaksa itu, sebenarnya sudah minimal. Mestinya ada lebih tinggi dari itu, kalau perlu ya bahasa rakyat itu kan hukuman mati.” Kata Boyamin dalam keterangannya, Senin (19/10/2020).
Baca juga: Kasus Jiwasraya, Heru Hidayat Dituntut Seumur Hidup dan Bayar Uang Pengganti Rp 10,7 Triliun
Boyamin menambahkan, para komplotan perampok Jiwasraya itu sudah berdosa besar, karena telah merusak sistem keuangan yang mencenderai kepercayaan masyarakat terhadap asuransi dan sistem jasa layanan keuangan.
“Tapi ini kan bukan dalam keadaan bencana tidak bisa dituntut dan diputus mati. Tapi kan sudah merusak sistem keuangan negara kita. Apapun selain bank kan, asuransi itu kan produk jasa keuangan yang butuh kepercayaan. Kalau rusak begini, siapa orang yang mau asuransi, nanti semua orang menaruh uangnya dibantal, ekonomi bisa kolaps,” tuturnya.
Menurut Boyamin, vonis seumur hidup itu akan menimbulkan efek jera bagi koruptor, apa lagi dengan dikenakannya pasal pencucian uang yang mengharuskan para terdakwa disita asetnya.
Selain itu, kata Boyamin, yang terpenting ialah kembalinya kepercayaan masyarakat untuk menempatkan uangnya di asuransi atau perbankan.
“Tapi juga kepercayaan investor luar negri, karena sistem hukum kita, jelas gitu kan, kalau ini dibiarkan bisa saja investasi dari luar negeri, tiba-tiba percaya ke jasa keuangan terus dibobol begini kan, tidak percaya, jadi bukan hanya kepercayaan masyarakat, tapi juga kepercayaan masyarakat internasional termasuk investor dari luar negeri,” bebernya.
Boyamin yang juga pelapor skandal Jiwasraya itu mengapresiasi langkah Kejaksaan Agung yang berhasil menyita harta dari para terdakwa sebesar Rp18 triliun.
Ia mengatakan hal itu merupakan rekor baru, belum ada penegak hukum selama Indonesia berdiri menyita mencapai Rp18 triliun.
“Kerugian itu (Jiwasraya) saya perhitungkan sekitar 25 triliun, kan yang disita baru 18 triliun, tapi apapun ini sudah rekor, ini kan lebih dari 70% yang disita, jadi sangat layak dalam konteks ini diapresiasi Kejaksaan Agung. Dan kasus Jiwasraya kan cepat nahan, cepat menyidangkan, cepat menyita, pencucian uang segala macam, dan uang yang dikumpulkan adalah 18 triliun ini rekor. Belum pernah ada sejak jaman republik penegak hukum, termasuk KPK menyita sampai 18 triliun dalam suatu perkara,” bebernya.
Boyamin mambandingkan kasus korupsi Bank Century yang merugikan negara sebesar Rp6,7 triliun.
Menurutnya tidak satu rupiah pun yang berhasil disita dari para terdakwa yang telah berjamaah membobol sistem keuangan.
“Century yang ditangani KPK itu kan yang kerugiannya 6,7 triliun, kan belum menyelamatkan 1 rupiah pun, tidak ada yang disita 1 rupiah pun. Dan kemudian hukumannya seumur hidup untuk sebuah korupsi yang sifatnya menyangkut pembobolan,” ungkapnya.
Selain itu, Boyamin berharap, Kejaksaan Agung untuk tetap fokus mengawal vonis terhadap dua terdakwa lainya yaitu Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat dan terus menelusuri aset keduanya untuk dilakukan penyitaan.
“Jadi Kejaksaan Agung lebih fokus lagi untuk yang terdakwa yang belum divonis yaitu Bentjok dan Heru Hidayat, untuk efek jera juga saya minta untuk mencari harta sebanyak-banyaknya karena dugaanya dilarikan keluar negeri, termasuk yang dulu untuk judi apakah judi beneran atau pura-pura kan masukan rekening judi kan bisa saja,” katanya.
Diketahui, sebelum vonis seumur hidup perkara korupsi dalam kasus Jiwasraya menurut Perma 1/2020, ada beberapa koruptor yang sudah dulu divonis penjara seumur hidup dengan mengacu aturan Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor.
Mereka yang telah divonis seumur hidup sesuai UU Tipikor adalah:
1. Adrian Waworuntu. Adrian adalah pembobol BNI 46 cabang Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada awal 2003. Nilai korupsinya mencapai Rp1 triliun lebih.
2. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, total suap kasus Akil ini mencapai Rp57 miliar, terbanyak bila dibandingkan dengan kasus-kasus dugaan suap lainnya.
3. Brigjen Teddy Hernayadi. Jabatan terakhir Teddy adalah Direktur Keuangan TNI AD/Kepala Bidang Pelaksana Pembiayaan Kementerian Pertahanan. Teddy melakukan korupsi anggaran Alutsista 2010-2014, seperti pembelian jet tempur F-16 dan helikopter Apache.