TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA – Merupakan kota metropolitan dan terbesar kedua di Indonesia, persoalan sampah jadi perihal terpenting yang harus dipecahkan tak hanya oleh pemerintah saja namun oleh semua kalangan di Surabaya.
Kompaknya Surabayan peduli akan perihal sampah demi menyelamatkan lingkungan ini terlihat dari Webinar Surabaya Local Heroes: Ekonomi Sirkular Sebagai Upaya Atasi Sampah Plastik yang diselenggarakan Selasa lalu (29/9/2020).
Menghadirkan berbagai elemen masyarakat, pada webinar ini terungkap langkah-langkah apa saja yang telah dan akan dilakukan Surabayan untuk menyelamatkan lingkungan mereka dari ancaman sampah, terutama sampah plastik.
Dalam acara ini, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak mengungkapkan pemerintah sendiri telah menerapkan upaya untuk mengurangi sampah plastik.
“Melalui surat edaran gubernur, kami telah mengurangi penggunaan kantong plastik, kami juga mendirikan pembangkit listrik bertenaga sampah, dan menerapkan pembayaran menggunakan botol plastik. Semoga dengan hal ini membuat masyarakat bergerak untuk tidak membuang sampah sembarang dan menerapkan 3R: reuse, reduce, dan recycle,” ujar Emil Dardak.
3R: reuse, reduce, dan recycle sendiri merupakan upaya mengurangi sampah yang jika diterapkan secara masif tak hanya bisa menyelamatkan lingkungan, tetapi juga mendatangkan keuntungan ekonomi.
Maka dari itu, tak mengherankan jika kini kota Surabaya terpilih sebagai salah satu pilot project ekonomi sirkular, yang dianggap sebagai jawaban atas permasalahan sampah seluruh kota di Indonesia.
Apa Itu Ekonomi Sirkular?
Melansir dari National Geographic Indonesia, ekonomi sirkular adalah konsep mengurangi penggunaan sampah dan memaksimalkannya sebaik mungkin sehingga bisa terus digunakan berulang-ulang lewat penerapan 3R.
Selain pemerintah, sosialisasi, edukasi, dan penerapan ekonomi sirkular lewat 3R ini mulai dilakukan lapisan masyarakat lainnya. Salah satunya dilakukan OPPA (Ocean Plastic Prevention Accelerator) by Secondmuse.
“OPPA by Secondmuse hadir sebagai ecosystem building untuk membangun ekonomi dengan prinsip keberlanjutan sosial dan lingkungan dengan berperan sebagai wadah inkubasi untuk mendukung para pahlawan sampah yang sudah bekerja keras di Surabaya,” ujar Project Manager OPPA by Secondmuse Duala Oktoriani.
Duala menjelaskan bahwa sesungguhnya perjalanan sampah cukup rumit. “Kami telah melakukan riset dan melihat bagaimana kompleksnya alur perjalanan sampah, serta betapa banyaknya aktor yang terlibat didalamnya, seperti pemulung, bank sampah, TPS, dan lain-lain,” ujarnya.
Tak hanya dilakukan OPPA by Secondmuse, sosialiasi, edukasi, dan penerapan ekonomi sirkular juga dilakukan Komunitas Nol Sampah. Berdiri sejak tahun 2009, komunitas ini fokus mengedukasi masyarakat untuk mengurangi sampah.
Dalam praktiknya Wawan, panggilan akrab Hermawan Some menjelaskan jika komunitas Nol sampah bekerja sama dengan kelompok lain dalam melakukan sosialisasi, penyuluhan, dan pendampingan terkait permasalah sampah. “Contohnya gerakan Rampok Plastik saat car free day yakni dengan menukarkan kantong plastik yang dibawa orang-orang dengan kantong kain,” ujar Wawan.
Selain itu, komunitas Nol sampah juga melakukan gerakan diet tas kresek. “Di Surabaya potensi komunitas sangat luar biasa. Salah satunya kelompok Bonek Garis Hijau yang sudah bekerja sama dengan kami dari tahun 2012,” ujarnya.
Kontribusi Danone-AQUA
Selain dari unsur pemerintah dan komunitas, penerapan ekonomi sirkular juga datang dari Danone-AQUA yang menghadirkan berbagai inovasi untuk mengurangi sampah di Surabaya, bahkan di Indonesia.
Sustainable Development Director Danone Indonesia, Karyanto Wibowo mengungkapkan jika AQUA mempunyai komitmen baik pada alam yakni lewat ekonomi sirkular yang berfokus pada air, iklim, planet, dan kemasan.
“Ekonomi sirkular adalah sistem yang bertujuan menjaga sumber daya agar bisa dipakai selama mungkin. Maka dari itu kami mengurangi pemakaian bahan baku yang tak bisa diperbaharui dan mendorong ekonomi sirkular dengan mengurangi limbah, emisi, dan karbon dalam produksi kami,” ujar Karyanto.
Penerapan ekonomi sirkular telah Danone-AQUA lakukan dengan menggunakan kembali galon isi ulang, pembuatan botol sekali pakai berbahan daur ulang, menghadirkan varian botol yang terbuat 100 persen dari bahan daur ulang yakni AQUA LIFE, sejak tahun 1993 silam.
Selain itu Danone-AQUA juga meluncurkan gerakan #BijakBerplastik pada 2018 lalu. “Kami berkomitmen kemasan kami mengandung sebanyak mungkin bahan daur ulang dan kemasan kami bisa didaur ulang. Kami berinvestasi di Jawa Timur untuk bisa menambah barang daur ulang dan menggunakan bahan daur ulang sampai 25 persen. Tak hanya itu kami juga menggunakan plastik daur ulang untuk dijadikan baju (bekerja sama dengan H&M), dan mengurangi pengemasan yang tidak perlu,” ujarnya.
Danone-AQUA juga telah membangun Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) di Lamongan bekerja sama dengan mitra lokal. “TPST ini sebagai model pengelola sampah secara kawasan dengan target tidak ada sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Kita mencegahnya dan mengelolanya disitu,” ujar Karyanto.
Danone-AQUA pun berkomitmen seluruh kemasan yang tadinya mengandung 25 persen bahan daur ulang bisa naik menjadi 50 persen. Kenapa baru 25 persen? Karyanto menjelaskan, hal ini disebabkan oleh keterbatasan bahan daur ulang yang ada, apalagi Danone-AQUA harus memastikan kualitas kemasan berbahan daur ulang harus sama dengan kemasan berbahan mentah.
“Harus diakui menggunakan produk daur ulang jauh lebih kompleks bila menggunakan bahan mentah. Bayangkan saja produk daur ulang mata rantainya sangat panjang sementara hasil akhirnya harus sama dengan penggunaan bahan mentah. Nantinya akan kami lakukan penambahan tersebut secara bertahap,” ujarnya.
Menutup acara Webinar tersebut Karyanto mengungkapkan Danone-AQUA berkeinginan menjadi bagian dari solusi permasalahan sampah. “Kami menyadari apa yang kami lakukan belum cukup, tapi kami ingin menjadi bagian dari perubahan. Kami berharap gerakan ini akan membumi dan tidak sulit dilakukan secara sederhana, serta bisa memberikan dampak yang lebih luas,” tutupnya.
Penulis: Firda Fitri Yanda/Editor: Dana Delani