TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Pihak Istana Kepresidenan RI melalui Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan bahwa mengukur kesamaan dokumen dengan menggunakan indikator jumlah halaman dapat menyebabkan miss leading.
Karena menurut Pratikno naskah yang sama ditulis dalam format kertas dan huruf yang berbeda, akan menghasilkan jumlah halaman yang berbeda pula.
Sementara setiap naskah UU yang akan ditandatangani Presiden dilakukan dalam format kertas Presiden dengan ukuran yang baku.
Pernyataan Pratikno tersebut terkait pernyataan Ormas Muhammadiyah yang menyebut telah menerima naskah UU Cipta Kerja setebal 1187 halaman.
Sementara naskah UU Cipta Kerja yang diserahkan DPR ke Pemerintah pada 15 Oktober lalu setebal 812 halaman.
"Tentang perbedaan jumlah halaman, kami sampaikan bahwa mengukur kesamaan dokumen dengan menggunakan indikator jumlah halaman, itu bisa mis-leading. Sebab, naskah yang sama, yang diformat pada ukuran kertas yang berbeda, dengan margin yang berbeda dan font yang berbeda, akan menghasilkan jumlah halaman yang berbeda," katanya kepada wartawan, Kamis (22/10/2020).
Baca juga: Sekjen MUI Minta Pemerintah Tunda Pemberlakuan UU Cipta Kerja
Menurutnya, sebelum disampaikan kepada Presiden, setiap naskah RUU dilakukan formating dan pengecekan teknis terlebih dahulu oleh Kementerian Sekretariat Negara agar siap untuk diundangkan.
"Setiap item perbaikan teknis yang dilakukan, seperti typo dan lain lain, semuanya dilakukan atas persetujuan pihak DPR, yang dibuktikan dengan paraf Ketua Baleg," pungkasnya.
Pratikno memastikan substansi RUU Cipta Kerja dalam format yang disiapkan Kemensetneg untuk ditandatangani Presiden sama dengan naskah RUU Cipta Kerja yang disampaikan oleh DPR kepada Presiden.
"Substansi RUU Cipta Kerja dalam format yang disiapkan Kemensetneg (1187 halaman) sama dengan naskah RUU Cipta Kerja yang disampaikan oleh DPR kepada Presiden," pungkasnya.