TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi Abdurrachman, didakwa menerima suap dan gratifikasi terkait pengaturan sejumlah perkara di lingkungan peradilan.
Dia didakwa menerima uang suap dan gratifikasi hingga Rp 83 miliar melalui menantunya, Rezky Herbiyono. Penerimaan uang itu tercatat terjadi selama kurun 2014 hingga 2017.
Khusus untuk suap, Nurhadi dan Rezky disebut menerima uang sebesar Rp45.726.955.000,00 (Rp45,7 miliar) dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.
Baca juga: KPK Klaim Masih Buru Penyuap Nurhadi dan Menantunya
Suap itu terkait pengurusan perkara PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) serta gugatan terhadap Hiendra.
"Bahwa untuk pengurusan perkara tersebut di atas, Terdakwa I (Nurhadi) melalui Terdakwa II (Rezky Herbiyono) telah menerima uang sejumlah Rp 45.726.955.000," kata Jaksa Wawan Yunarwanto saat membacakan surat dakwaan Nurhadi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (22/10/2020).
Baca juga: Alasan Jaksa KPK Belum Mendakwa Nurhadi dengan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang
"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," ujar Jaksa Wawan
Menurut jaksa, pemberian uang dilakukan sebanyak 21 kali transfer, baik melalui rekening Rezky Herbiyono maupun beberapa rekening lain. Transfer pertama terjadi pada 22 Mei 2015 sementara yang terakhir pada 5 Februari 2016.
Baca juga: Didakwa Jaksa KPK Terima Suap dan Gratifikasi, Nurhadi Tak Ajukan Nota Keberatan
Sementara dalam dakwaan kedua, Nurhadi melalui Rezky didakwa menerima gratifikasi selama kurun 2014-2017.
Gratifikasi itu terkait jabatannya selaku Sekretaris MA. Nurhadi disebut menerima gratifikasi melalui Rezky dari para pihak yang berperkara di pengadilan. Perkara itu mulai dari pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi, hingga peninjauan kembali (PK).
Para pihak pemberi gratifikasi antara lain Handoko Sutjitro (Rp2,4 miliar); Renny Susetyo Wardani (Rp2,7 miliar); Donny Gunawan (Rp7 miliar); Freddy Setiawan (Rp23,5 miliar); dan Riadi Waluyo (Rp1.687.000.000).
"Terhadap penerimaan gratifikasi berupa uang sejumlah tersebut di atas, Terdakwa tidak melaporkannya kepada KPK dalam tenggang waktu 30 hari sebagaimana ditentukan Undang-undang," terang Jaksa.
Baca juga: JPU KPK Juga Mendakwa Nurhadi dan Rezky Herbiyono Terima Gratifikasi Rp37 Miliar
Jumlah gratifikasi yang diterima Nurhadi mencapai Rp 37.287.000.000. Sehingga bila ditotal penerimaan suap dan gratifikasi, jumlahnya mencapai Rp 83.013.955.000.
Uang suap dan gratifikasi itu kemudian dipakai untuk berbagai keperluan.
Dalam surat dakwaan, JPU mengungkapkan keduanya menggunakan uang hasil tindak kejahatan untuk membeli sejumlah barang, termasuk lahan sawit dan pembayaran utang.
Pada kurun waktu 22 Juli 2015 - 22 Januari 2016, uang senilai Rp7.408.009.280 ditarik secara tunai untuk membeli lahan sawit di Padang Lawas seharga Rp2 miliar.
Kemudian pada 15 Juli 2015, uang Rp130 juta ditransfer ke rekening milik istri Nurhadi, Tin Zuraida. "Antara tanggal 22 Mei 2015 sampai dengan tanggal 15 September 2015 membeli beberapa tas merek Hermes sejumlah Rp3.262.030.000," tutur Jaksa Wawan Yunarwanto.
Para terdakwa, lanjut jaksa, dalam kurun waktu 10 Agustus 2015-18 Januari 2016 juga membelanjakan uang Rp396.900.000 untuk membeli beberapa tas merek Hermes sejumlah Rp3.262.030.000.
"Antara tanggal 10 Agustus 2015 sampai dengan tanggal 18 Januari 2016 membeli pakaian sejumlah Rp396.900.000," kata Jaksa.
Baca juga: Mantan Sekretaris MA Nurhadi dan Menantunya Didakwa Terima Suap Rp 45,7 Miliar
Jaksa berujar, uang hasil tindak kejahatan itu juga digunakan untuk membeli kendaraan dan aksesoris.
Tercatat uang Rp4.604.328.000 digunakan untuk membeli mobil Land Cruiser, Lexus, Alphard beserta aksesoris.
Keduanya membeli Mobil Land Cruiser, Lexus, Alphard beserta aksesoris sejumlah Rp4.604.328.000.
"Antara tanggal 10 Juli 2015 sampai dengan tanggal 19 Januari 2016 membeli jam tangan sejumlah Rp1.400.000.000," imbuh Jaksa.
Sementara uang sejumlah Rp10.968.000.000 pakai untuk membayar utang, serta Rp598.016.150 untuk modal berlibur ke luar negeri.
Pada periode 21 September - 30 Desember 2015, jaksa menuturkan para terdakwa menukar mata uang asing sejumlah Rp4.321.349.895.
Uang suap itu juga digunakan untuk merenovasi dan biaya pengurusan rumah di Jalan Patal Senayan No. 3 B, Jakarta Selatan senilai Rp2.665.000.000.
Sementara pada pada kurun waktu 25 Mei 2015 - 12 Februari 2016, Nurhadi dan Rezky menggunakan uang Rp7.973.321.675 untuk kepentingan lainnya.
"Bahwa para terdakwa mengetahui atau setidak-tidaknya patut menduga bahwa penerimaan uang sejumlah Rp45.726.955.000 dari Hiendra Soenjoto bertentangan dengan kewajiban Terdakwa I [Nurhadi Abdurrachman]," kata jaksa.
Atas perbuatannya, Nurhadi dan Rezky didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Serta Pasal 12 B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Nurhadi sendiri di akhir persidangan mengaku tidak akan menyampaikan nota keberatan atau eksepsi atas semua dakwaan Jaksa itu.
"Sudah jelas saya mengerti yang disampaikan dakwaan kesatu pertama dan dakwaan kedua. Jelas dan sekaligus yang mulia saya sampaikan saya tidak menyampaikan eksepsi saya mohon keadilan yang seadil-adilnya. Semua tidak benar akan saya buktikan," ucap Nurhadi seusai sidang.(tribun network/ham/dod)