News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

UU Cipta Kerja

UU Cipta Kerja Mau Diapakan Setelah Jokowi Menerima Respon Penolakan Sejumlah Ormas dan Buruh?

Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ratusan buruh kembali berdemonstrasi di sekitar Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jakarta, Kamis (22/10/2020). Para buruh mendesak Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan Perppu pembatan UU Cipta Kerja. TRIBUNNEWS/HERUDIN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Publik kini sedang menunggu-nunggu sikap Presiden Joko Widodo terhadap Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja yang baru saja disahkan Paripurna DPR 5 Oktober 2020, namun mendapat reaksi penolakan keras di masyarakat dan kalangan buruh serta mahasiswa.

Apakah Presiden akan ngotot segera mengesahkan atau mengambil langkah lain?

Sejumlah organisasi massa (ormas) Islam seperti PP Muhammadiyah, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah memberikan tanggapannya.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun sudah menemui Jokowi di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (16/10/2020) menyampaikan sikapnya terkait UU Cipta Kerja.

Dalam pertemuan tersebut, rombongan pengurus MUI yang dipimpin Wakil Ketua MUI Muhyiddin Junaidi menyampaikan ketidaksetujuan masyarakat terutama umat Islam terhadap UU Cipta Kerja.

Baca juga: Mahasiswa di NTB Kembali Demo, Minta Gubernur Satu Suara Tolak UU Cipta Kerja

"Buya Muhyidin Junaedi menyampaikan bahwa undang-undang Cilaka, atau sekarang Cipta Kerja ini ditolak oleh umat dan berbagai elemen masyarakat dengan unjuk rasa," ungkap Wasekjen MUI Najamudin Ramli dalam webinar 'Lintas Elemen Tolak UU Omnibus Law Cipta Kerja, Serius?', Sabtu (17/10/2020).

Berdasarkan hal tersebut, pengurus MUI mengusulkan agar Jokowi mencabut UU Cipta Kerja itu dengan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu).

Namun, permintaan tersebut ditolak Jokowi.

Baca juga: Lanjutan Unjuk Rasa Tolak UU Cipta Kerja, Polisi Antisipasi di Semanggi

Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut mendorong agar MUI melakukan gugatan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi.

"MUI meminta supaya presiden mengeluarkan Perppu di hadapan Pak Jokowi. Tapi pak Jokowi menyatakan mungkin dia tidak bisa. Beliau mendorong kepada mahkamah konstitusi dan beliau menjanjikan akan mengadopsi di aturan pemerintah," ucap Najamudin.

Tak hanya MUI, Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah pun sudah menemui Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (21/10/2020).

Dalam pertemuan tersebut, rombongan Muhammadiyah terdiri dari Ketua Umum Haedar Nashir, Sekretaris Umum Abdul Mu'ti, dan Ketua Majelis Hukum dan HAM Sutrisno Raharjo.

Sementara Jokowi didampingi Mensesneg, Prof Pratikno, dan Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto.

Dalam pertemuan tersebut, Jokowi menegaskan tidak akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).

"Presiden juga menegaskan sikap dan pandangan terkait banyaknya kritik dari masyarakat. Terhadap kritik tersebut Presiden menegaskan posisinya yang tidak akan menerbitkan Perpu," ungkap Abdul Mu'ti, melalui keterangan tertulis, Rabu (21/10/2020).

Baca juga: Pembatalan UU Cipta Kerja Makin Berat Karena Pemerintah Dekati NU-Muhammadiyah

"Tetapi membuka diri terhadap masukan dari berbagai pihak, termasuk kemungkinan merevisi materi UU Cipta Kerja yang bermasalah," lanjut Abdul Mu'ti.

Abdul Mu'ti mengungkapkan Jokowi mengakui komunikasi politik antara Pemerintah dengan masyarakat terkait UU Cipta Kerja memang kurang dan perlu diperbaiki.

Pada pertemuan tersebut, Muhammadiyah juga menyampaikan masukan agar Jokowi menunda pelaksanaan UU Cipta Kerja.

Menurut Abdul Mu'ti, masukan ini diberikan agar menciptakan situasi yang tenang di masyarakat dan kemungkinan perbaikan.

"PP Muhammadiyah mengusulkan agar Presiden dapat menunda pelaksanaan UU Cipta Kerja sesuai peraturan yang berlaku. Di Indonesia terdapat beberapa UU yang ditunda pelaksanaannya karena berbagai alasan misalnya kesiapan, penolakan dari masyarakat," kata Abdul Mu'ti.

Baca juga: Mahasiswa UGM Kemping di Kampus Usai Dilarang Ikut Demo Tolak UU Cipta Kerja

Sebelumnya, Jokowi pun sudah menyampaikan agar pihak-pihak yang tidak puas dengan keberdaan UU Cipta Kerja tersebut untuk mengajukan Judical Review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Hal tersebut diungkapkan Jokowi saat memberikan keterangan pers terkait Undang-Undang Cipta Kerja di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (9/10/2020).

"Kalau masih ada ketidakpuasan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja ini silahkan mengajukan uji materi atau Judical Review ke Mahkamah Konstitusi (MK)."

"Sistem ketatanegaan kita memang mengatakan seperti itu. Jadi kalau masih ada yang tidak puas dan menolak silahkan diajukan uji materi ke MK," kata Jokowi saat itu.

Sikap Jokowi pun semakin tegas dengan akan menandatangani UU Cipta Kerja tersebut dalam waktu dekat.

Baca juga: Menaker: Soal UU Cipta Kerja, Pak Jokowi Tidak Cari Aman

Hal tersebut diungkapkan Kepala Staf Presiden Moeldoko.

Untuk diketahui draf naskah undang-undang Cipta Kerja sebelumnya telah diserahkan DPR RI ke Kementerian Sekretariat Negara pada 14 Oktober untuk ditandatangani Presiden sebelum kemudian diundangkan.

"Tinggal menunggu waktu ya, tinggal menunggu waktu dalam beberapa saat setelah ditandatangani oleh Beliau, segera diundangkan dalam lembaran negara," kata Moeldoko dalam konferensi pers di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Rabu, (21/10/2020).

Menurut Moeldoko untuk meluruskan informasi mengenai Undang-undang Cipta Kerja, Presiden telah memerintahkan para Menteri untuk mensosialisasikan UU Cipta Kerja.

Sosialisasi dilakukan terutama kepada kelompok-kelompok strategis diantaranya Nahdlatul Ulama Dan Muhammadiyah.

"Kita ingin terus bekerja keras untuk menginformasikan kepada publik sehingga memiliki pemahaman yang sama bahwa UU Cipta Kerja ini sungguh untuk masa depan," katanya.

Moeldoko menjelaskan bahwa Undang-undang Cipta Kerja dibuat karena jumlah angkatan kerja yang tinggi dari tahun ke tahun di Indonesia.

Terdapat 2,9 juta angkatan kerja dan 3,5 juta orang kehilangan pekerjaannya. Belum lagi menurut Moeldoko jumlah pengangguran yang mencapai Rp 6,9 juta orang.

"Kondisi ini adalah kondisi real yang harus diselesaikan oleh pemerintah, karena tujuan negara yang kedua adalah kesejahteraan umum, memajukan kesejahteraan umum adalah tugas yang ada dalam konstitusi," tuturnya.

Lebih jauh Moeldoko mengatakan salah satu bentuk kesejahteraan umum yang disiapkan presiden adalah menyiapkan calon-calon pencari kerja untuk mendapatkan pekerjaan.

"Itu adalah sebuah realitas bahwa kartu pra kerja yang kemaren 33 juta tiga hari berikutnya menjadi 34,2 juta ini kondisi real," ujarnya.

Pemerintah memperhatikan seluruh aspirasi masyarakat dalam hal Undang Undang Cipta Kerja, termasuk masukan dari para mahasiswa yang berupaya mengevaluasi kinerja pemerintahan saat ini.

Hal itu disampaikan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko pada acara webinar Pengurus Pusat Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI), Serah Terima Rapor 1 Tahun Kepemimpinan Jokowi-Amin, Kamis (22/10/2020).

“Pemerintah bekerja serius dan sungguh-sungguh, tidak abai dan santai. Pemerintah berupaya semaksimal mungkin untuk terus mencari jalan keluar terbaik. Karena itu, yakinlah pada kami,” kata Moeldoko.

Selain KMHDI, Webinar juga dihadiri oleh para ketua umum kelompok organisasi ekstra kampus yang tergabung dalam Kelompok Cipayung Plus yaitu, HMI, PMII, KAMMI, IMM, Hikmahbudhi, GMKI, PMKRI dan EN LMND.

Sedangkan Dr. Moeldoko didampingi Deputi IV KSP Bidang Informasi dan Komunikasi Politik Juri Ardiantoro.

Pada webinar tersebut, para mahasiswa mempertanyakan berbagai isu krusial seperti mengenai UU Cipta Kerja, HAM dan demokrasi, penanganan Covid-19, kebijakan pemerintah pada sektor ekonomi dan Pendidikan.

Menurut Moeldoko, UU Cipta Kerja yang baru disahkan memiliki tujuan membawa rakyat Indonesia lebih baik dan reformasi regulasi memang tidak pernah mudah.

Undang-undang ini disusun tidak hanya untuk periode pemerintahan saat ini, tetapi untuk kepentingan jangka panjang.

Untuk itu pemerintah, khususnya Presiden Joko Widodo, berani mengambil keputusan yang tidak populer.

“Karenanya saya berpesan khususnya kepada adik-adik mahasiswa, pelajari UU tersebut, bukan hanya teks-nya, tetapi juga filosofi dan konteksnya. Jika memang ada pendapat yang berbeda, gunakankan jalur-jalur yang sesuai dengan aturan dan prosedur,” ucap Moeldoko.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera mengapresiasi langkah KSP yang bersedia mendengarkan aspirasi dan suara-suara mahasiswa.

“Di eksekutif, Pak Moeldoko ssalah satu pejabat yang mau mendengar suara rakyat. Saya akan meneruskan aspirasinya di legislative,” kata Mardani. (Tribunnews.com/taufik/ fahdi/yudha)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini