Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bareskrim Polri menolak untuk melakukan rekonstruksi terbuka terkait kasus kebakaran di Kantor Kejaksaan Agung RI, Jakarta Selatan pada Sabtu (22/8/2020) lalu.
Karo Penmas Humas Polri Brigjen Awi Setyono mengatakan proses rekonstruksi yang dilakukan secara terbuka dikhawatirkan dapat merusak kondisi awal Tempat Kejadian Perkara (TKP).
"Semua ada aturannya, mana yang terbuka dan tertutup. Jika olah TKP terbuka dikhawatirkan akan merusak kondisi awal TKP," kata Awi dalam keterangannya, Selasa (27/10/2020).
Baca juga: Kejagung Salahkan Produsen Penjual Cairan Pembersih Lantai Terkait Insiden Kebakaran
Menurut Awi, pihaknya telah melakukan proses rekontruksi sebanyak 6 kali dalam kasus kebakaran Kejaksaan Agung RI. Semuanya dilakukan secara tertutup tanpa dihadapan awak media.
Awi menyebutkan, hasil rekonstruksi yang telah dilakukan oleh penyidik nantinya akan diungkap di pengadilan.
"Sampai dengan saat ini rekonstruksi sudah dilakukan sebanyak 6 kali dan itu akan dibuka di pengadilan agar semua orang dapat melihat dan mengkritisi bagaimana hukum kita berjalan," ungkapnya.
Baca juga: Kompolnas: Hasil Penyidikan Kasus Kebakaran Kejagung Harus Bisa Dipertanggungjawabkan di Persidangan
Lebih lanjut, Awi menuturkan penyidik Polri dinilai telah professional dan sesuai dengan prosedur dalam menangani kasus tersebut. Kesimpulan yang diambil penyidik juga dengan mengedepankan ilmu pengetahuan.
"Selama ini Polri sudah on the track dan secara profesional, apa yang menjadi hasil olah TKP maupun hasil Labfor Polri sudah diakui tak terbantahkan, Polri menggunakan scientific crime investigation yang mengedepankan ilmu pengetahuan," pungkasnya.
Baca juga: Jawaban Polisi Soal Desakan Rekonstruksi Kebakaran Kejagung Secara Terbuka
Diberitakan sebelumnya, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengaku menghormati hasil penyidikan kasus kebakaran Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) beserta penetapan delapan tersangkanya.
Hanya saja, Boyamin juga tetap mengkritisi Bareskrim Polri, karena banyaknya keraguan masyarakat perihal puntung rokok yang bisa menyebabkan kebakaran sebesar itu di Kejagung.
"Tetap saya mengkritisi untuk menjawab keraguan masyarakat karena prosesnya selalu ditanyakan, kenapa hanya puntung rokok bisa membakar semua gedung?" ujar Boyamin, ketika dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (24/10/2020).
Boyamin pun meminta agar Bareskrim Polri segera melakukan rekonstruksi di tempat kejadian perkara (TKP) Gedung Kejagung yang terbakar.
"Maka saya mohon kepada Bareskrim segera melakukan rekonstruksi di Gedung Kejagung. Intinya untuk menjawab keraguan puntung rokok (sebagai) penyebab kebakaran, MAKI meminta penyidik Bareskrim segera melakukan rekonstruksi di TKP Gedung Kejagung setelah penetapan delapan tersangka kemarin," tegasnya.
Rekonstruksi yang dimaksud Boyamin adalah apa saja yang terjadi sebelum kebakaran terjadi, seperti dari pagi hari, apa saja yang dikerjakan para tersangka hingga pada saat kebakaran terjadi.
"Misalnya terkait puntung rokok, bagaimana itu bisa membesar dan apakah memang betul mereka berusaha memadamkan. Kalau berusaha memadamkan kan mestinya bisa padam," kata Boyamin.
Menurutnya, pertanyaan-pertanyaan yang muncul di masyarakat dapat terjawab apabila penyidik Bareskrim melakukan rekonstruksi secara terbuka.
"Jadi dapat diliput oleh media massa, bahkan kalau perlu disiarkan langsung proses-proses itu setransparan mungkin dan pada posisi tertentu masyarakat bisa memberikan penilaian," tandasnya.