Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie angkat bicara mengenai masih adanya kesalahan dalam UU Cipta Kerja meski secara resmi telah diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurut Jimly, kesalahan tersebut bisa dijadikan bukti tambahan untuk menguji UU Cipta Kerja di MK.
"Pemohon bisa jadikan kesalahan-kesalahan tersebut sebagai tambahan bukti formil pengujian konstitusionalitas UU Cipta Kerja yang baru disahkan itu," kata Jimly saat dihubungi Tribunnews, Rabu (4/11/2020).
Baca juga: Pratikno Diminta Akui Kurang Teliti Susun Draf UU Cipta Kerja Sebelum Ditandatangani Presiden
Lebih lanjut, Jimly meminta semua pihak untuk mempercayakan kepada MK terkait perkara yang diajukan untuk menguji UU Cipta Kerja.
"Sudah jadi objek perkara di MK. Kita percayakan saja ke MK," pungkasnya.
Untuk diketahui belum sehari sejak ditandatangani presiden, Undang-undang Cipta Kerja sudah menuai banyak kritikan.
Undang undang nomor 11 tahun 2020 dinilai banyak kejanggalan. Misalnya dalam pasal 6 UU Ciptaker yang isinya merujuk pada pasal 5 ayat 1, namun rujukan tersebut tidak ada.
Pasal 6 dalam Undang-undang setebal 1187 halaman tersebut berbunyi merujuk pada ayat 1 pasal 5. Namun, di pasal 5 tidak ada ayat 1.
Baca juga: Harus Ada yang Bertanggung Jawab atas Kekeliruan di UU Cipta Kerja
Pasal 5 berbunyi: "Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait"
Pasal 6 berbunyi:Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi:
a. penerapan Perizinan Berusaha berbasis risiko;
b. penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha;
c. penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor;
d. penyederhanaan persyaratan investasi.
Dengan masih adanya kesalahan pengetikan dalam Undang-undang yang ditandatangani Presiden tersebut, menurut Asisten Deputi Hubungan Masyarakat Kementerian Sekretariat Negara Eddy Cahyono Sugiarto, Kemensetneg telah melakukan serangkaian pemeriksaan internal.
Dari hasil pemeriksaan tersebut tidak ditemukan adanya unsur kesengajaan, kekeliruan tersebut murni human error.
"Terhadap pejabat yang bertanggung jawab dalam proses penyiapan draf RUU sebelum diajukan kepada Presiden, Kemensetneg juga telah menjatuhkan sanksi disiplin," tuturnya.