TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penasihat hukum Irjen Pol Napoleon Bonaparte, terdakwa kasus penghapusan Red Notice buronan korupsi Djoko Tjandra, menyatakan barang bukti 20.000 dolar AS dalam kasus tersebut merupakan uang dari istri Brigjen Pol Prasetijo Utomo.
Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan dengan agenda pembacaan nota keberatan atau eksepsi yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta pada PN Jakarta Pusat, Senin (9/11/2020).
"Bahwasanya uang 20.000 dolar AS adalah uang milik sah dari istri Brigjen Pol Prasetijo Utomo, SIK, M.Si, dalam bentuk mata uang rupiah,” ucap tim kuasa hukum Napoleon, Santrawan T Pangarang, saat membacakan nota keberatan atau eksepsi.
Informasi itu didapat pihak Napoleon dari keterangan Prasetijo bersama kuasa hukumnya saat pelimpahan tahap II di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, 16 Oktober 2020.
Baca juga: Jalani Sidang Eksepsi, Irjen Napoleon: Saya Dizalimi
Menurut kuasa hukum Napoleon, Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri meminta Prasetijo menyiapkan barang bukti uang 20.000 dolar AS.
Karena tidak memiliki uang, Prasetijo disebutkan menulis surat kepada istrinya dan meminta uang sejumlah 20.000 dolar AS.
Istri Prasetijo tidak memiliki uang dalam bentuk dolar AS.
Maka dari itu, uang rupiah yang dimiliki istri Prasetijo ditukar ke dolar AS sesuai nominal yang diminta.
Uang yang telah ditukar ke dalam dolar AS tersebut kemudian diserahkan oleh istri Prasetijo kepada anggota Divisi Propam Polri pada 16 Juli 2020.
Pihak kuasa hukum pun menilai ada perbuatan melawan hukum terkait hal tersebut.
“Barang bukti uang dalam bentuk mata uang dollar Amerika sejumlah 20.000 dollar AS yang oleh penyidik Tipikor Bareskrim Polri dijadikan barang bukti dalam berkas perkara klien kami terdakwa Irjen Pol Drs. Napoleon Bonaparte, M.Si adalah melawan hukum, cacat hukum, tidak sah, tidak mengikat, tidak berkekuatan hukum dan batal demi hukum dengan segala akibatnya,” ucapnya.
Selain itu, pihak kuasa hukum menilai barang bukti rekaman kamera CCTV di lantai 1 gedung kantor Napoleon di Mabes Polri tidak relevan dengan kliennya yang berkantor di lantai 11.
Bukti lain yang disoroti adalah kuitansi bukti penerimaan uang oleh Tommy Sumardi dari Djoko Tjandra.
Kuasa hukum mengungkapkan, kuitansi tidak menyebutkan penggunaan uang tersebut.
Maka dari itu, bukti kuitansi dinilai tidak berhubungan dengan Napoleon.
Kemudian, menurut kuasa hukum, empat saksi tidak menyebutkan penerimaan uang oleh Napoleon dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
Keempat orang yang dimaksud terdiri dari Nurmawan Fransisca, Nurdin, Djoko Tjandra, dan Brigjen Prasetijo Utomo.
“Tidak ada satu saksi pun berikut kuitansi tanda terima uang yang menerangkan dan membuktikan bahwa uang yang diminta oleh Tommy Sumardi dari Joko Soegiarto Tjandra akan diserahkan dan diperuntukkan kepada klien kami,” ucap kuasa hukum Napoleon.
Menurut kuasa hukum, keterangan seorang saksi saja, yang dalam kasus ini adalah Tommy Sumardi, dinilai tidak cukup.
Atas hal-hal tersebut, pihak Napoleon meminta agar majelis hakim menyatakan dakwaan batal demi hukum.
Pihak kuasa hukum juga meminta agar Napoleon dibebaskan dari segala dakwaan serta dilepaskan dari tahanan.
Dalam kasus ini, Napoleon didakwa menerima uang dari Djoko Tjandra sebesar 200.000 dolar Singapura dan 270.000 dolar AS atau Rp6,1 miliar.
Sementara, jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Prasetijo menerima uang sebesar 150.000 dolar AS atau sekira Rp2,2 miliar dalam kasus tersebut.
Menurut JPU, atas berbagai surat yang diterbitkan atas perintah Napoleon, pihak Imigrasi menghapus status Daftar Pencarian Orang (DPO) Djoko Tjandra.
Narapidana kasus Bank Bali itu pun bisa masuk ke Indonesia dan mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Juni 2020 meski diburu kejaksaan.