Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjerat Kharuddin Syah (KSS) alias Buyung selaku Bupati Labuhanbatu Utara periode 2016-2021 dan Puji Suhartono (PJH) selaku pihak swasta/Wakil Bendahara Umum (Wabendum) PPP tahun 2016-2019 sebagai tersangka.
Keduanya menjadi tersangka terkait lanjutan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN-P 2017 dan APBN 2018 untuk Kabupaten Labuhanbatu Utara.
Untuk konstruksi perkaranya, Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar menjelaskan, pada 10 April 2017, Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Utara mengajukan DAK Tahun Anggaran 2018 melalui Program e-Planning dengan total permohonan sebesar Rp 504.734.540.000.
Baca juga: KPK Tetapkan Bupati Labuhanbatu Utara dan Eks Wabendum PPP Tersangka Korupsi DAK
Kemudian, Kharuddin Syah sebagai Bupati menugaskan Agusman Sinaga selaku Kepala Badan Pengelola Pendapatan Daerah Pemkab Labuhanbatu Utara untuk menemui Yaya Purnomo dan Rifa Surya di Jakarta guna membahas potensi anggaran pada Kabupaten Labuhanbatu Utara dan meminta bantuan dari untuk pengurusannya.
"Atas permintaan tersebut, Yaya Purnomo dan Rifa Surya bersedia untuk membantu serta menyampaikan adanya fee yang harus disediakan sebesar 2 persen dari dana yang diterima," kata Lili saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (10/11/2020).
Lili mengatakan, sekira bulan Mei 2017, Yaya Purnomo dan Rifa Surya bertemu dengan Agusman Sinaga di Hotel Aryaduta Jakarta, untuk menanyakan perkembangan dari pengajuan DAK Tahun Anggaran 2018 serta potensi DAK yang dapat diperoleh.
Baca juga: KPK Periksa Kontraktor, Selisik Proyek RSUD Aek Kanopan Labuhanbatu Utara
Selanjutnya, bulan Juli 2017 bertempat di sebuah hotel di Jakarta, Yaya Purnomo dan Rifa Surya melakukan pertemuan dengan Agusman Sinaga dan memberitahukan pagu indikatif DAK Labuhanbatu Utara sebesar Rp75.200.000.000.
Kemudian bulan Juli atau Agustus 2017, setelah adanya kepastian perolehan DAK Tahun Anggaran 2018 Kabupaten Labuhanbatu Utara, Yaya Purnomo dan Rifa Surya melakukan pertemuan dengan Agusman Sinaga di sebuah hotel di Cikini.
Dalam dalam pertemuan tersebut, Yaya Purnomo dan Rifa Surya diduga menerima uang dari Kharuddin Syah melalui Agusman Sinaga sebesar 80.000 dolar Singapura.
"Setelah Kementerian Keuangan RI mengumumkan Kota Labuhanbatu Utara memperoleh Anggaran DAK Tahun Anggaran 2018, KSS melalui Agusman Sinaga kembali memberikan uang sebesar 120.000 dolar Singapura kepada Yaya Purnomo dan Rifa Surya," ucap Lili.
Kemudian, sekira bulan Januari 2018, Rifa Surya memberitahukan bahwa anggaran DAK Tahun Anggaran 2018 untuk Pembangunan RSUD Aek Kanopan sebesar Rp30.000.000.000 belum dapat diinput dalam sistem Kementrian Keuangan sehingga tidak dapat di cairkan.
Atas informasi tersebut, ujar Lili, kemudian Yaya Purnomo menghubungi Agusman Sinaga untuk memberitahukan permasalahan itu serta meminta agar Agusman Sinaga menyelesaikannya dengan kembali memberikan fee sebesar Rp400.000.000.
Baca juga: Kronologi Bupati Labuhanbatu Utara Sumut Terjatuh ke Sungai dan Nyaris Terbawa Arus Banjir Bandang
Atas permintaan fee tersebut, kemudian Agusman Sinaga melaporkan kepada Kharuddin Syah dan disetujui.
Selanjutnya, pada bulan April 2018, Yaya Purnomo dan Rifa Surya kembali bertemu dengan Agusman Sinaga di Jakarta.
Dalam pertemuan tersebut, diduga dilakukan pemberian uang dari Kharuddin Syah melalui Agusman Sinaga sebesar 90.000 dolar Singapura secara tunai dan mentsransfer dana sebesar Rp100.000.000 ke rekening Bank BCA Nomor 0401275041 atas nama tersangka Puji Suhartono
"Dugaan penerimaan uang oleh tersangka PJH tersebut terkait pengurusan Dana Alokasi Khusus pada APBN 2018 untuk Kabupaten Labuhanbatu Utara," kata Lili.
Lili menegaskan, sebagaimana penanganan perkara yang pernah dilakukan KPK, pihaknya tetap berkomitmen untuk terus menelusuri arus uang dan pelaku lain yang harus bertanggungjawab secara hukum berdasarkan bukti yang cukup.
"Sekali lagi, KPK mengingatkan pada seluruh penyelenggara negara di pusat dan daerah agar melakukan pengelolaan keuangan negara secara bertanggungjawab dan hati-hati. Karena uang yang dikelola tersebut adalah hak masyarakat, sehingga korupsi yang dilakukan sama artinya merampas hak masyarakat untuk menikmati anggaran dan pembangunan yang ada," ujar dia.
Perkara ini merupakan pengembangan dari perkara dugaan suap terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah dalam RAPBN Perubahan Tahun Anggaran 2018 yang diawali dengan OTT pada Jumat, 4 Mei 2018 di Jakarta.
Dalam kegiatan tangkap tangan itu, KPK mengamankan uang Rp400 juta dan juga sejauh ini telah menetapkan 6 orang tersangka.
Mereka yakni Amin Santono (Anggota Komisi XI DPR RI), Eka Kamaluddin (Swasta/perantara), Yaya Purnomo (Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan), Ahmad Ghiast (Swasta/kontraktor), Sukiman (Anggota Dewan Perwakilan Rakyat 2014-2019), dan Natan Pasomba (Pelaksana Tugas dan Pj Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua).
Keenamnya telah divonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor.
Di samping itu dalam perkara ini, KPK juga telah menetapkan Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman sebagai tersangka. Saat ini masih dalam tahap proses penyelesaian penyidikan dan tersangka telah dilakukan penahanan oleh KPK di Rutan cabang KPK Kavling C1.
Atas perbuatannya, KSS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan PJH disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 65 KUHP.