TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Larangan Minuman Beralkohol diusulkan tiga fraksi di DPR yaitu PPP, PKS, dan Gerindra.
Anggota Baleg DPR Fraksi PPP Illiza Sa'aduddin Djamal yang juga merupakan salah satu pengusul menyebut RUU tersebut diusulkan 18 anggota DPR Fraksi PPP, dua anggota Fraksi PKS, dan satu anggota Fraksi Gerindra.
"Spirit dan tujuan pelarangan ini selaras dengan tujuan negara sebagaimana termaktub dalam alinea ke-4 UUD 1945," ujar Illiza kepada wartawan, Jakarta, Kamis (12/11/2020).
Baca juga: Setelah RUU Ciptaker, 2 RUU Kontroversial Kembali Dibahas DPR, Urus Beda Agama dalam 1 Keluarga
Menurutnya, larangan minuman beralkohol merupakan amanah konstitusi dan agama, dimana Pasal 28H ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945.
"Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik, dan berhak memperoleh pelayanan kesehatan," paparnya.
"Al-qur’an juga menyebutkan dalam surat Al-Maidah (90-91) yang artinya, wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minumana keras, berjudi, (berkurban untuk berhala), dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan, maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung," sambung Illiza.
Ia menyebut, RUU ini bertujuan melindungi masyarakat dari dampak negatif, menciptakan ketertiban, dan ketentraman di masyarakat dari para peminum minuman beralkohol.
Selain itu, kata Illiza, adanya RUU ini juga untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya minuman beralkohol.
Adapun sejumlah poin usulan norma larangan minuman beralkohol.
Di antaranya, setiap orang yang memeluk agama Islam dan agama lainnya dilarang untuk memproduksi, memasukkan, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menjual dan mengkonsumsi larangan minuman beralkohol golongan A, golongan B, golongan C, minuman beralkohol tradisional, dan minuman beralkohol campuran atau racikan yang memabukkan.
"Saat ini minuman beralkohol belum diatur secara spesifik dalam bentuk UU hanya dimasukkan pada Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan pasal yang sangat umum dan tidak disebut secara tegas oleh UU," tuturnya.