Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim investigasi gabungan TNI Angkatan Darat (AD) belum menemukan alat bukti yang cukup terkait perstiwa penembakan dan penganiayaan Pendeta Yerema Zanambani yang diduga melibatkan oknum TNI di Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua pada 19 September 2020 lalu.
Komandan Pusat Polisi Militer TNI AD (Danpuspomad) Letjen TNI Dodik Widjanarko Dodik yang melakukan supervisi langsung terhadap unsur Puspomad pada tim tersebut mengatakan pihaknya belum menemukan alat bukti yang cukup untuk menetapkan tersangka dalam peristiwa tersebut dan meningkatkan status dari penyelidikan ke penyidikan.
"Sampai hari ini tim belum menemukan alat bukti yang untuk proses penyelidikan ini ditingkatkan menjadi proses penyidikan," kata Komandan Pusat Polisi Militer TNI Angkatan Darat (Danpuspomad) Letjen TNI Dodik Widjanarko Dodik dalam konferensi pers di Markas Puspomad, Jakarta, Kamis (12/11/2020).
Baca juga: 13 Lubang Peluru Ditemukan di Lokasi Penembakan Pendeta Yeremia, Satu Proyektil Diuji Balistik
Namun demikian, kata Dodik, pihaknya telah melakukan serangkaian proses penyelidikan di antaranya dengan meminta keterangan para saksi, melihat TKP, dan melihat hasil forensik.
"Yang kita juga perlukan di antaranya otopsi kepada almarhum Pendeta Yeremia," kata Dodik.
Dodik mengatakan tahapan-tahapan tersebut dilakukan agar tidak menentukan tersangka kepada orang yang salah.
"Yakini bahwa kasus yang telah terjadi yang pelakunya melibatkan oknum anggota TNI AD akan ditindaklanjuti sesuai ketentuan hukum dengan transparan dan tuntas," kata Dodik.
Keluarga Tolak Autopsi
Karo Penmas Humas Polri Brigjen Awi Setyono mengatakan pihaknya masih tengah bernegosiasi dengan keluarga pendeta Yeremia Zanambani yang tewas tertembak di Distrik Hitadipa Kabupaten Intan Jaya pada 19 September 2020 lalu.
"Penyidik, khususnya Polda Papua saat ini sedang bernegosiasi dengan pihak keluarga. Karena ternyata info yang terakhir kami dapatkan pihak keluarga menolak dilaksanakan autopsi," kata Awi di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (11/11/2020).
Ia mengatakan pihak keluarga meminta proses autopsi tak dibawa jauh dari tempat tinggalnya.
Sebaliknya, keluarga berharap Yeremia bisa dilakukan autopsi di Tempat Kejadian Perkara (TKP).
Baca juga: Komnas HAM Kasih Hasil Investigasi Tewasnya Pendeta Yeremia Zanambani dan 7 Rekomendasi ke Mahfud MD
"Keterangan forensik RS Bhayangkara Makassar mengharapkan untuk autopsinya itu di Mimika."
"Harus diterbangkan ke Mimika. Karena kalau dikerjakan di TKP itu tidak kondusif. Bahkan, tim gabungan pencari fakta pun ditembakkan? Ini yang jadi pertimbangan," ungkapnya.
Baca juga: 13 Lubang Peluru Ditemukan di Lokasi Penembakan Pendeta Yeremia, Satu Proyektil Diuji Balistik
Awi menyatakan pihaknya juga telah menerima rilis dari kuasa hukum pihak keluarga Yeremia yang masih menolak untuk membawa jenazah untuk di autopsi. Menurut dia, hal ini menjadi kendala untuk mengungkap misteri kematian korban.
Baca juga: Polri Enggan Komentari Dugaan Keterlibatan Oknum Aparat di Balik Tewasnya Pendeta Yeremia
"Inilah yang jadi permasalahan di dalam proses penyidikan. Bagaimana kita menentukan kematiannya? Kalau tidak ada autopsi. Sampai sekarang kita belum tau kalau bicara terkait dengan penyebab yang bersangkutan meninggal?"
"Kita harus buktikan dan ahli harus membuktikan karena tertembak atau apa? Itu yang harus diselesaikan," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Tim Pemantauan dan Penyelidikan Kasus Kematian Pendeta Yeremia Zanambani dari Komnas HAM RI dan Kantor Perwakilan Komnas HAM Papua mengungkap fakta yang menguatkan dugaan keterlibatan oknum aparat dalam tewasnya Pendeta Yeremia Zanambani di Distrik Hitadipa Kabupaten Intan Jaya pada 19 September 2020 lalu.
Dalam kesimpulan timnya, Komisioner Komnas HAM RI yang memimpin langsung tim tersebut, yakni Choirul Anam mengungkapkan Pendeta Yeremia Zanambani sempat mengungkapkan ke dua orang saksi terkait oknum aparat yang diduga sebagai pelaku yang menyiksanya sebelum ia wafat.
Anam mengatakan Pendeta Yeremia mengungkapkan hal tersebut kepada dua orang saksi setelah istri Yeremia menemukannya dalam kondisi terluka di kandang babi sekira pukul 17.50 WIT atau kurang lebih jam 18.00 WIT pada 19 September 2020.
Berdasarkan temuan timnya juga, kata Anam, Yeremia baru wafat lima sampai enam jam setelah itu akibat kehabisan darah yang bersumber dari sejumlah luka termasuk luka tembak di tubuhnya.
"Jam 17.50 atau kurang lebih jam 18.00 istrinya mengetahui kalau suaminya sudah luka. Di dalam (kondisi) luka itulah ada cerita bahwa pelakunya yang menembak adalah saudara Alpius dan anggotanya," kata Anam saat konferensi pers secara virtual pada Senin (2/11/2020).
Hal lain yang menguatkan dugaan lainnya adalah adanya saksi yang melihat Alpius bersama tiga sampai empat anggota TNI berada di sekitar lokasi tewasnya Pendeta Yeremia di sekitar waktu ditemukannya Pendeta Yeremia.
"Ini berangkat dari pengakuan korban sebelum meninggal kepada dua orang saksi, minimal dua orang saksi yang mengaku melihat bahwa Alpius berada di sekitar TKP pada waktu kejadian dengan tiga atau empat anggotanya.
Komnas HAM menduga motif penyiksaan yang mengakibatkan tewasnya pendeta Yeremia yang diduga dilakukan Alpius adalah untuk memaksa mencari keterangan dan atau pengakuan dari Yeremia atas keberadaan senjata yang dirampas TPNPB/OPM dua hari sebelimnya maupun keberadaan anggota TPNPB/OPM lainnya.
Hal ini, kata Anam secara tegas disampaikan Alpius yang menyebutkan nama Pendeta Yeremia Zanambani sebagai salah satu musuhnya.
Selain itu Pendeta Yeremia Zanambani juga cukup vokal dalam menanyakan berulang kali keberadaan hilangnya dua orang anggota keluarganya kepada pihak TNI dalam sebuah operasi covid.
"Dengan melihat kronologi atas peristiwa yang dialami Pendeta Yeremia Zanambani, patut diduga terdapat perintah pencarian senjata yang telah dirampas pada peristiwa tanggal 17 dan pencarian anggota TPNB /OPM. Pemberi perintah ini patut diduga merupakan pelaku tidak langsun," kata Anam.
Sebagaimana diketahui, laporan yang disampaikan Komnas HAM terkait dugaan keterlibatan oknum aparat dalam peristiwa tewasnya Pendeta Yeremia menguatkan hasil temuan tim pencari fakrta lain terkait kasus tersebut.
Diantaranya, tim Tim Gabungan Pencari Fakta Intan Jaya bentukan Kemenko Polhukam dan Tim Kemanusiaan Untuk Intan Jaya yang digawangi aktifis HAM Haris Azhar beberapa waktu lalu.