TRIBUNNEWS.COM - Badan Legislasi (Baleg) telah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Larangan Minuman Beralkohol.
RUU Larangan Minuman Beralkohol ini diusulkan oleh tiga partai yakni Gerindra, PPP dan PKS.
Berdasarkan draf RUU Larangan Minuman Beralkohol, tujuan dibentuknya RUU ini adalah untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta melindungi masyarakat dari dampak negatif minuman beralkohol perlu dilakukan larangan minuman beralkohol sehingga terjaga kualitas kesehatan, ketertiban, ketenteraman, dan keamanan masyarakat.
Dalam RUU Larangan Minuman Beralkohol terdapat tujuh bab dan 24 pasal.
Beleid berisi tentang definisi minuman beralkohol, pengawasan, hingga ketentuan pidana.
Baca juga: 5 Jenis Minuman Beralkohol yang Dilarang di RUU Larangan Minuman Beralkohol, Apa Saja?
Baca juga: RUU Larangan Minuman Beralkohol, Ancaman Pidana Penjara 2 Tahun hingga Denda Rp 1 Miliar
Lantas apa definisi minuman beralkohol dalam RUU tersebut?
Dalam Pasal 1 Ayat 1 dijelaskan bahwa minuman berakohol adalah minuman yang mengandung etanol (C2 H5OH) yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi, baik dengan cara memberikan perlakuan terlebih dahulu atau tidak, menambahkan bahan lain atau tidak, maupun yang diproses dengan cara mencampur konsentrat dengan etanol atau dengan cara pengenceran minuman mengandung etanol.
Bab II Pasal 4 Ayat 1 berisi klasifikasi golongan minuman beralkohol sesuai dengan kadarnya.
Untuk Minuman Beralkohol golongan A adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol (C2H5OH) lebih dariĀ persen sampai dengan 5 persen
Kemudian, minuman beralkohol golongan B adalah Minuman Beralkohol dengan kadar etanol (C2H5OH) lebih dari 5 persen sampai dengan 20 persen
Minuman beralkohol golongan C adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol (C2H5OH) lebih dari 20 persen sampai dengan 55 persen.
Kemudian pada Pasal 4 Ayat 2 juga melarang minuman berakohol tradisional dan racikan.
Dikutip dari Kompas.com, salah satu pengusul, anggota DPR dari Fraksi PPP Illiza Sa'aduddin Djamal mengatakan, RUU Larangan Minuman Beralkohol bertujuan melindungi masyarakat dari dampak negatif akibat pengonsumsian minuman beralkohol.
Menurutnya, soal minuman beralkohol belum diatur secara spesifik dalam undang-undang.
Pengaturannya saat ini masuk dalam KUHP yang deliknya dinilai terlalu umum.
Sedangkan, ia mengatakan, aturan larangan minuman beralkohol merupakan amanah konstitusi dan agama bahwa tiap orang berhak hidup sejahtera di lingkungan yang baik.
"Sebab itu, melihat realitas yang terjadi seharusnya pembahasan RUU Minuman Beralkohol dapat dilanjutkan dan disahkan demi kepentingan generasi yang akan datang," kata Illiza, Rabu (11/11/2020).
Baca juga: PPP, Gerindra, dan PKS, 3 Fraksi di DPR yang Usulkan RUU Larangan Minuman Beralkohol
Baca juga: Ini Kata Pengusul RUU Larangan Minuman Beralkohol
Penjual Minuman Beralkohol Bisa Dipidana 10 Tahun
Masih dikutip dari Kompas.com, andaikan RUU ini disahkan menjadi UU, maka setiap orang yang memproduksi, menjual (penjual), menyimpan, maupun mengonsumsi alkohol bisa terancam pidana.
Dengan kata lain, perdagangan miras tak lagi bisa dilakukan sembarangan jika RUU tersebut diloloskan parlemen.
"Setiap orang dilarang memasukkan, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menjual Minuman Beralkohol golongan A, golongan B, golongan C, Minuman Beralkohol tradisional, dan Minuman Beralkohol campuran atau racikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia," bunyi Pasal 6 draf RUU tersebut.
Ancaman pidana dan denda pedagang miras tersebut diatur dalam Pasal 19. Hukumannya adalah pidana penjara paling lama 10 tahun.
"Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana penjara paling sedikit (2) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)," bunyi Pasal 19.
Larangan minuman keras masih dikecualikan untuk waktu-waktu tertentu seperti untuk kepentingan adat, ritual keagamaan, wisatawan, farmasi, dan tempat-tempat yang diizinkan oleh perundang-undangan. Aturan ini tertuang dalam pasal 8.
(Tribunnews.com/Yurika, Kompas.com/Tsarina Maharani/Muhammad Idris)