TRIBUNNEWS.COM - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan penjelasan soal cuaca panas yang melanda Indonesia dalam beberapa hari terakhir.
Kepala Subbidang Iklim dan Cuaca BMKG, Agie Wandala mengatakan bahwa tidak benar cuaca panas yang sedang terjadi termasuk fenomena gelombang panas.
Akan tetapi peningkatan rata-rata suhu di Indonesia itu terjadi karena adanya pergerakan semu matahari.
"Kurang benar, gelombang panas memang tidak terjadi di kawasan Indonesia saat ini," terang Agie Wandala dalam video yang diunggah kanal YouTube Metrotvnews, Minggu (15/11/2020).
"Tetapi yang kedua adalah kita mengonfirmasi bahwa saat ini memang dengan kondisi pergerakan atau pun gerak semu matahari yang mengakibatkan suhu rata-rata di wilayah Jawa khususnya, relatif tinggi," lanjutnya.
Selain itu, cuaca cerah juga menyebabkan penyinaran langsung sinar matahari ke bumi lebih optimal, sehingga terjadi pemanasan suhu permukaan.
Adapun cuaca cerah yang terjadi di Jakarta dalam beberapa hari terakhir berkaitan dengan berkembangnya siklon tropis VAMCO di Laut Cina Selatan.
Baca juga: Aturan Pakai Masker saat Cuaca Panas, Seperti Apa Agar Tetap Nyaman?
Siklon tropis VAMCO menarik masa udara dan awan-awan sehinggga menjauhi wilayah Indonesia bagian selatan sehingga cuaca cenderung menjadi lebih cerah.
Agie Wandala kemudian menambahkan, suhu tinggi diperkirakan juga akan terjadi di Nusa Tenggara Barat (NTB).
BMKG mencatat suhu di wilayah Sumbawa, Sabu, dan Bima bahkan berpotensi mencapai 36-37 derajat celcius.
Berbeda dengan di NTB, kelembapan udara di Pulau Jawa masih relatif tinggi, sehingga masyarakat selain akan merasakan udara panas juga kulit terasa seperti terbakar.
"Kondisi di kawasan Jawa misalnya ini juga diliputi kelembapan udara yang masih relatif cukup tinggi."
"Itulah kenapa kita akan merasakan udara yang lebih panas atau pun gerah kita rasakan di kulit kita," ujar Agie Wandala.
Lebih lanjut, Agie Wandala menjelaskan bagaimana cuaca panas bisa terjadi sementara di Indonesia sudah memasuki musim hujan yang seharusnya udara cenderung dingin.
"Dengan peningkatan radiasi yang ada di kawasan Jawa biasanya pada sore menjelang malam justru memunculkan potensi-potensi hujan yang cukup tinggi," ujarnya.
Selain itu, gerak semu matahari ketika memasuki Oktober dan November sedang melewati garis ekuator.
Sehingga memasuki musim hujan akan dibarengi dengan suhu tinggi di wilayah Indonesia bagian selatan.
Dikatakan Agie Wandala, kondisi udara di Indonesia saat ini tidak akan membahayakan masyarakat secara langsung.
Karena secara alamiah ketika memasuki pertengahan November, suhu di Indonesia memang biasanya meningkat.
Pihak BMKG meminta masyarakat tidak perlu terlalu khawatir, namun demikian masayarakat diimbau melakukan antisipasi dengan senantiasa mencukupi asupan air dalam tubuh.
Utamanya untuk masyarakat yang beraktivitas di luar ruangan atau terpapar sinar matahari secara langsung.
Baca juga: Waspada Cuaca Ekstrem Saat Pandemi, Berpotensi Munculkan Klaster Covid-19 dari Pengungsian
Indonesia Alami Gelombang Panas? Begini Penjelasan BMKG
BMKG melalui laman resminya, bmkg.go.id pada Sabtu (14/11/2020), mengklarifikasi soal pesan berantai melalui media sosial soal 'Gelombang Panas Kini Melanda Negara Indonesia'.
Disebutkan dalam pesan tersebut bahwa kini cuaca sangat panas, suhu pada siang hari bisa mencapai 40 derajat celcius, dan dianjurkan untuk menghindari minum es atau air dingin.
Dikatakan BMKG, berita yang beredar itu tidak tepat, karena kondisi suhu panas dan terik saat ini tidak bisa dikatakan sebagai gelombang panas.
Lantas apa itu gelombang panas?
Gelombang panas dalam ilmu klimatologi didefinisikan sebagai periode cuaca (suhu) panas yang tidak biasa yang biasanya berlangsung setidaknya lima hari berturut-turut atau lebih (sesuai batasan Badan Meteorologi Dunia atau WMO).
Yang mana kejadian tersebut biasanya disertai oleh kelembapan udara yang tinggi.
Adapun untuk dianggap sebagai gelombang panas, suatu lokasi harus mencatat suhu maksimum harian melebihi ambang batas statistik, misalnya 5 derajat celcius lebih panas, dari rata-rata klimatologis suhu maksimum, dan setidaknya telah berlangsung dalam lima hari berturut-turut.
Apabila suhu maksimum tersebut terjadi dalam rentang rata-ratanya dan tidak berlangsung lama maka tidak dikatakan sebagai gelombang panas.
Gelombang panas umumnya terjadi berkaitan dengan berkembanganya pola cuaca sistem tekanan atmosfer tinggi di suatu area secara persisten dalam beberapa hari.
Dalam sistem tekanan tinggi tersebut, terjadi pergerakan udara dari atmosfer bagian atas menuju permukaan (subsidensi) sehingga termampatkan dan suhunya meningkat.
Pusat tekanan atmosfer tinggi ini menyulitkan aliran udara dari daerah lain masuk ke area tersebut.
Semakin lama sistem tekanan tinggi ini berkembang di suatu area, maka semakin meningkat panas di area tersebut, dan semakin sulit awan tumbuh.
Baca juga: Cuaca Panas Ekstrem, Desa di Rusia Diserbu Miliaran Nyamuk hingga Membentuk Badai Tornado
(Tribunnews.com/Rica Agustina)