Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengusul Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol diminta berdiskusi kepada pemerintah terlebih dahulu terkait usulannya.
Pasalnya, RUU tersebut pernah dibahas DPR periode 2014-2019, tetapi tidak rampung dan periode kini kembali diusulkan.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Fraksi Golkar John Kenedy Azis mengatakan, berdasarkan informasi bahwa pemerintah belum sepakat RUU tersebut diusulkan kembali untuk dibahas bersama di DPR.
"Mungkin supaya kita, maaf tidak capek-capek, takutnya nanti kita sudah rapat sana, rapat sini, kita sudah berdebat sana, berdebat sini, nah ketika diajukan ternyata pemerintah tidak ada tanggapan, ini kan membuat suatu pekerjaan kita yang menurut hemat saya tidak tepat," kata John saat rapat harmonisasi RUU Larangan Minuman Beralkohol di ruang Baleg, komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (17/11/2020).
Baca juga: Fraksi Golkar Sebut RUU Ketahanan Keluarga dan Larangan Minuman Beralkohol Belum Mendesak
Baca juga: Miliki Minuman Keras Mengandung Ganja, Ibu dan Anak Kompak Serang Polisi Ketika Hendak Ditangkap
"Oleh karena itu, saran saya pertama, mungkin ada baiknya dibicarakan dulu dengan pemerintah, apakah RUU ini akan ditundaklanjuti atau tidak?," sambung John.
Selain itu, John juga menyebut pemerintah saat ini sedang menggenjot sektor pariwisata, di mana kegiatan pariwisata terkadang tidak terlepas dari alkohol.
"Menurut hemat saya, RUU ini tidak sejalan dengan apa yang dilakukan pemerintah untuk menggalakkan sektor pariwisata. Oleh karena itu, kami Fraksi Golkar belum bersepakat untuk melanjutkan RUU ini sesuai ketentuan selanjutnya," tutur John.
Sementara itu, Anggota Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno menjelaskan keterlibatannya dalam panitia khusus (Pansus) RUU Larangan Minuman Beralkohol pada periode DPR sebelumnya.
"Saat itu masalah yang dibicarakan sebenarnya hampir sama dengan yang diperdebatkan saat ini. Itu sebabnya jika kita mendaur ulang suatu RUU sebenarnya tidak banyak dihindar duplikasi atau pengulangan wacana pro dan kontra," papar Hendrawan.
Menurut Hendrawan, Indonesia saat ini lebih membutuhkan RUU yang sesuai kekuatannya, misalnya undang-undang komoditas seperti kelapa sawit, batubara, dan tembakau.
"Jadi kalau kita menggunakan parameter untuk menentukan undang-undang prioritas, kita menggunakan parameter objektif yaitu RUS, relevansi, urgensi, dan signifikansi," ucap Hendrawan.
"Relevansi ok, tapi kalau kita timbang dan timang dari dua parameter yang lain, yaitu urgensi dan signifikansi sebagai Baleg yang mempunyai tugas membuat begitu banyak undang-undang, melihat konteks dan momentumnya, say kok melihat belum masuk saat ini," paparnya.
Diketahui, RUU Larangan Minuman Beralkohol diusulan tiga fraksi, yairu 18 anggota Fraksi PPP, dua anggota Fraksi PKS, dan satu anggota Fraksi PKS.