Penetapan Hari Guru Nasional ini berdasar keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994.
Dikutip dari PGRI.or.id, organisasi perjuangan guru-guru pribumi pada zaman Belanda berdiri pada 1912 dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB).
Organisasi ini bersifat unitaristik yang anggotanya terdiri dari para Guru Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, dan Penilik Sekolah.
Dengan latar pendidikan yang berbeda-beda, mereka umumnya bertugas di Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angka Dua yang menggunakan bahasa pengantarnya bahasa daerah ditambah bahasa Melayu.
Tidak mudah bagi PGHB memperjuangkan nasib para anggotanya yang memiliki pangkat, status sosial, dan latar belakang pendidikan yang berbeda.
Baca juga: Sejarah Singkat Hari Guru Nasional yang Diperingati Setiap 25 November
Sejalan dengan keadaan itu, maka di samping PGHB, berkembang pula organisasi guru baru antara lain Persatuan Guru Bantu (PGB), Perserikatan Guru Desa (PGD), Persatuan Guru Ambachtsschool (PGAS), Perserikatan Normaalschool (PNS), Hogere Kweekschool Bond (HKSB), disamping organisasi guru yang bercorak keagamaan, kebangsaan.
Ada pula organisasi lainnya seperti Christelijke Onderwijs Vereneging (COV), Katolieke Onderwijsbond (KOB), Vereneging Van Muloleerkrachten (VVM), dan Nederlands Indische Onderwijs Genootschap (NIOG) yang beranggotakan semua guru tanpa membedakan golongan agama.
Perjuangan guru tidak lagi berfokus pada perbaikan nasib serta kesamaan hak dan posisi dengan Belanda, melainkan telah memuncak menjadi perjuangan nasional dengan teriak "merdeka".
Pada 1932, dengan penuh kesadaran, 32 organisasi guru yang berbeda-beda latar belakang, paham, dan golongan, sepakat bersatu mengubah nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI).
Pengubahan nama ini mengejutkan pemerintah Belanda, karena penggunaan kata "Indonesia" yang mencerminkan semangat kebangsaan sangat tidak disenangi oleh Belanda.
Sebaliknya, kata "Indonesia" ini sangat didambakan oleh guru dan bangsa Indonesia.
Perjuangan PGI bukan lagi sekadar nasib guru, melainkan memuncak pada kesadaran dan cita-cita kemerdekaan.
Pada zaman pendudukan Jepang, segala organisasi dilarang, sekolah ditutup, dan Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan aktivitas.
Seratus hari setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, tepatnya tanggal 23-25 November 1945 berlangsung Kongres Guru Indonesia di Surakarta.