TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) Kementerian Keuangan Rionald Silaban mengatakan, berbagai indikator menunjukkan resesi yang dialami Indonesia masih lebih baik.
Laporan terbaru Dana Moneter Internasional atau IMF bahwa pertumbuhan ekonomi global tahun ini diproyeksi minus 4,4 persen.
"Beberapa negara maju seperti Singapura, Amerika Serikat, dan Inggris bahkan berpotensi mengalami kontraksi yang sangat mendalam berkisar minus 10
persen hingga minus 40 persen," kata Rioland.
"Sebaliknya Indonesia memiliki tingkat resiliensi yang cukup baik dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi di akhir tahun 2020 hanya minus 1,5 persen," tambahnya.
Sebagai catatan di antara anggota G-20, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut merupakan yang terbaik kedua setelah Republik Rakyat China (RRC).
Menurutnya, hal tersebut buah upaya dari pemerintah yang terangkum dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Melalui Peraturan Pemerintah Nomo 23 tahun 2020, pemerintah telah menetapkan empat langkah strategis yaitu Penyertaan Modal Negara (PMN), penempatan dana, investasi pemerintah, dan atau penjaminan," kata pria yang juga Komisaris PT Bank Mandiri (Persero) Tbk ini.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia mengalami inflasi di November 2020 sebesar 0,28 persen secara bulanan (month to month).
Baca juga: BPS Waspadai Dampak Musim Hujan Akhir Tahun, Kenapa?
Deputi Bidang Statistik, Distribusi, dan Jasa BPS Setianto mengatakan, untuk tahun kalender yaitu November 2020 dibandingkan Desember 2019 itu mengalami inflasi 1,23 persen.
"Kalau kita bandingkan November 2020 dengan November 2019 ini juga masih menunjukkan inflasi sebesar 1,59 persen," ujarnya saat konferensi pers virtual, Selasa (1/12).
Sementara dari 90 kota Indeks Harga Konsumen (IHK) yang BPS observasi, sebagian besar menunjukkan kenaikan harga atau inflasi. Ada 83 kota yang mengalami inflasi, sisanya 7 kota mengalami deflasi yaitu Kendari Ambon Tarakan, Tanjung pandan, Meulaboh Pare-pare dan Maluku.
"Ketujuh kota ini mengalami deflasi. Sementara, inflasi tertinggi berada di Kota Tual yaitu sebesar 1,15 persen," kata Setianto.
Dia menjelaskan, inflasi di Kota Tual merupakan andil dari kenaikan harga komoditas perikanan dan dari bahan bakar rumah tangga.
Selain inflasi tertinggi di Kota Tual, kita juga mencatat deflasi tertinggi yaitu terjadi di Kendari sebesar minus 0,22 persen.
Utamanya ini andil dari komoditas perikanan," ujarnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) juga menyatakan, perkembangan tingkat inflasi dari bulan ke bulan maupun dari tahun ke tahun di awal musim penghujan akhir tahun ini berlanjut.
Baca juga: Tio Pakusodewo Alami Stroke Ringan, sang Anak Sebut Tak Mungkin Ajukan Permohonan Terapi saat Ini
Setianto mengatakan, inflasi November 2020 sebesar 0,28 persen, berlanjut setelah inflasi Oktober sebesar 0,07 persen. Itu di November sebesar 0,28 persen. Jadi, memang perlu diwaspadai terkait dengan mulai musim penghujan, kemudian adanya libur panjang beberapa waktu yang lalu," ujarnya.
Setianto menjelaskan, terkait dengan musim penghujan ke depan dapat mengganggu distribusi barang dari produsen ke konsumen. Untuk inflasi November 0,28 persen utamanya karena kenaikan harga makanan dan minuman dengan andil sebesar 0,22 persen.
"Untuk kategori inflasi makanan dan minuman ini contohnya daging ayam dengan andil 0,08 persen," kata Setianto.
Sementara, ayam ras, bawang merah, kemudian untuk emas perhiasan ini mengalami penurunan harga atau deflasi dengan andil 0,02 persen. "Kemudian, beras dan daging sapi juga ada penurunan harga dengan andil 0,01 persen atau mengalami deflasi,"
pungkasnya.(Tribun Network/van/nas/wly)