News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Teroris Bunuh Sekeluarga di Sigi

Polisi Diminta Menindak Oknum yang Kumpulkan Dana Lewat Kotak Amal untuk Keperluan Terorisme

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai komponen Pertahanan Negara, tidak akan membiarkan aksi Terorisme menghantui dan mengancam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan daya cegah dan daya tangkal serta kecepatan bertindak dalam menanggulangi terjadinya aksi Terorisme. Hal tersebut disampaikan Komandan Komando Operasi Khusus (Dankoopssus) TNI Mayjen TNI Richard TH. Tampubolon, S.H., M.M., saat memimpin Apel Gelar Pasukan Latihan Penanggulangan Anti Teror (Latgultor) Satuan Aksi Khusus (Sataksus) TNI dalam Rangka Pengamanan VVIP TA 2020, bertempat di Pelabuhan JICT II Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (23/11/2020). TRIBUNNEWS.COM/PUSPEN TNI

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran, Muradi mendorong kepolisian untuk lebih masif mensosialisasikan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme kepada masyarakat dan manajemen toko atau minimarket.

Sosialisasi itu khusus menjelaskan pasal 4 mengenai tindak pidana pendanaan terorisme.

Adapun isi Pasal 4, "Setiap Orang yang dengan sengaja menyediakan,mengumpulkan, memberikan, atau meminjamkan Dana,
baik langsung maupun tidak langsung, dengan maksud digunakan seluruhnya atau sebagian untuk melakukan Tindak Pidana Terorisme, organisasi teroris, atau teroris dipidana karena melakukan tindak pidana pendanaan terorisme dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)."

Baca juga: Pemerintah Harus Investigasi dan Tertibkan Manajemen Kotak Amal dan Filantropi di Minimarket

Muradi menilai sosialisasi yang masif penting untuk mencegah penggalangan dana dalam bentuk kotak amal yang ditujukan untuk kegiatan terorisme.

“Perlu ditekankan bagaimana mekanisme penggunaan dari hasil donasi tersebut dan dibuka secara transparan. Dengan menekankan kepada manajemen toko bahwa penting untuk memastikan pengelola donasi tersebut bukan berasal dari organisasi yang memiliki ikatan dengan organisasi radikal dan teror,” ujar Muradi ketika dihubungi Tribunnews.com, Rabu (2/12/2020).

“Aturan turunan ini bisa ditegaskan dalam bentuk Perda agar lebih praktis dan terukur,” jelasnya.

Dengan UU itu pula, kepolisian harus menindak tegas atau mengkriminalisasi oknum-oknum yang terlibat penggalangan dana atau sumbangan dalam bentuk kotak amal untuk menyokong kegiatan radikalisme dan terorisme.

“Artinya mudah bagi penegak hukum untuk memproses hal tersebut. Apalagi jika kemudian sumbangan dalam bentuk kotak amal yang ada memang ditujukan untuk hal itu, yakni menyokong kegiatan radikalisme dan terorisme. Karena dengan demikian masuk dalam unsur tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang tersebut,” jelas Muradi.

Dia menjelaskan UU Nomor 9 Tahun 2013 ini menjadi salah satu upaya negara melindungi warga negara dan kedaulatannya dari tindakan terorisme, dengan cara mencegah pendanaan terorisme itu sendiri, termasuk yang kotak amal yang tersebar di minimarket dan tempat lainnya.

Dengan menindak para pelaku penggalangan dana melalui kotak amal, maka pendanaan akan terputus dan kegiatan terorisme tidak dapat berjalan sesuai rencana.

Karena itu dia tegaskan, pencegahan terorisme dimulai dari bagaimana memutus aliran-aliran dana tersebut.

Untuk mendindak para pelaku penggalanggan dana untuk kegiatan terorisme melalui kotak amal, dia melihat ada tiga perspektif.

Pertama, pemberi sumbangan dan pemberi uang amal memang tidak mengetahui bahwa apa yang didonasikan ditujukan untuk menyokong kegiatan radikalisme dan terorisme.

Hal ini berarti butuh penjelasan dari sejumlah pihak pengelola kotak amal dan donasi tersebut terkait dengan tujuan dari adanya kotak amal tersebut.

“Jika ternyata pengelola dan manajemen toko tahu, uang donasi tersebut digunakan untuk kegiatan menyokong radikalisme dan terorisme maka perlu dijerat dengan menggunakan UU yang dimaksud,” jelasnya.

Kedua, jika pemberi dan pengelola dan manajemen sama-sama tidak tahu peruntukan dari hasil donasi tersebut, maka pihak kepolisian perlu mendalami apakah ada penyimpangan dari peruntukan donasi.

Ketiga, pemberi donasi maupun pengelola dan manajemen toko mengetahui peruntukan dari hasil donasi.

Sebelumnya diberitakan, Kepolisian RI mengungkapkan asal-usul dana yang digunakan dalam operasi jaringan teroris Jamaah Islamiyyah (JI).

Total, ada dua pemasukan dana yang biasa digunakan organisasi terlarang tersebut.

Karo Penmas Humas Polri Brigjen Awi Setyono mengatakan pemasukan dana pertama yaitu berasal dari Badan Usaha Milik Perorangan para anggota JI.

"Polri juga menemukan bahwa JI mempunyai dukungan dana yang besar dimana dana ini bersumber dari badan usaha milik perorangan atau milik anggota JI," kata Brigjen Awi di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (30/11/2020).

Selanjutnya, organisasi jamaah islamiah juga menggunakan dana yang berasal dari kotak amal.

Menurut Awi, kotak amal itu ditempatkan di sejumlah minimarket di Indonesia.

"Kedua penyalahgunaan fungsi dana kotak amal yang kami temukan di minimarket di beberapa wilayah di Indonesia," jelasnya.

Lebih lanjut, Awi menyampaikan dana tersebut digunakan oleh JI untuk sejumlah kepentingan organisasi.

Mulai dari pemberangkatan anggota ke Suriah hingga pembelian persenjataan dan bahan peledak.

"Dana itu oleh JI digunakan operasi pemberangkatan para teroris ke Suriah dalam rangka kekuatan militer dan taktik teror. Untuk mengaji para pemimpin JI, dan yang terakhir untuk pembelian persenjataan atau bahan peledak yang digunakan untuk amaliyah untuk jihad organisasi JI," pungkasnya.(*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini