TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan uang senilai Rp 4 miliar dan 8 unit sepeda yang diduga dibeli menggunakan uang suap perizinan ekspor benih bening lobster atau benur.
Sejumlah barang itu diamankan tim penyidik saat menggeledah rumah dinas mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo di Kompleks Widya Chandra, Jakarta, Rabu (2/12/2020).
"Rabu (2/12) tim penyidik KPK melakukan penggeledahan di rumah jabatan menteri kelautan dan perikanan di jalan Widya Chandra V Jakarta," kata Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri lewat pesan singkat, Kamis (3/12/2020).
Baca juga: KPK Geledah Rumah Dinas Eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo
Selain uang dan sepeda, tim penyidik turut mengamankan sejumlah dokumen terkait perkara serta barang bukti elektronik.
Ali mengatakan, tim penyidik bakal menganalisa seluruh temuan tersebut untuk dilakukan penyitaan sebagai barang bukti perkara.
"Tim penyidik akan menganalisa seluruh barang dan dokumen serta uang yang ditemukan dalam proses penggeledahan tersebut untuk selanjutnya segera dilakukan penyitaan untuk menjadi barang bukti dalam perkara ini," kata Ali.
Dalam perkara ini KPK menetapkan total tujuh orang sebagai tersangka.
Enam orang sebagai penerima suap yakni Edhy Prabowo; stafsus Menteri KP, Safri dan Andreau Pribadi Misata; Pengurus PT ACK, Siswadi; staf istri Menteri KP, Ainul Faqih; dan Amiril Mukminin (swasta).
Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pihak pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito.
Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam kasusnya, Edhy Prabowo diduga melalui staf khususnya mengarahkan para calon eksportir untuk menggunakan PT Aero Citra Kargo bila ingin melakukan ekspor, satu di antaranya adalah perusahaan yang dipimpin Suharjito.
Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy.
Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.
Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo seperti untuk keperluan saat ia berada di Hawaii, AS.
Ia diduga menerima uang Rp3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya.
Selain itu, ia juga diduga pernah menerima 100 ribu dolar AS yang diduga terkait suap.
Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp9,8 miliar.