Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dicky Hartawan, ajudan eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mangkir atau tak memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Selasa (8/12/2020) kemarin.
Dicky sedianya diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap perizinan tambak, usaha, dan/atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020 alias suap ekspor benih bening lobster atau benur yang menjerat Edhy Prabowo.
Tak hanya Dicky, dua Sekretaris Pribadi Edhy Prabowo bernama Fidya Yusri dan Anggia Putri juga mangkir dari pemeriksaan KPK.
Baca juga: Kasus Edhy Prabowo, KPK Dalami Data Pemaparan PT ACK Lewat Sales PT PLI
"Ketiga saksi tidak hadir tanpa keterangan," ujar Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (9/12/2020).
Ali memastikan tim penyidik akan menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap ketiga saksi.
Namun, waktu pemanggilan ulang belum ditentukan.
"Ketiganya akan dipanggil kembali," kata Ali.
Dalam perkara ini KPK menetapkan total tujuh orang sebagai tersangka.
Baca juga: 4 Pejabat Terjaring OTT dalam 10 Hari, Gebrakan KPK di Hari Antikorupsi Sedunia, Ada Edhy Prabowo
Enam orang sebagai penerima suap yakni Edhy Prabowo; stafsus Menteri KP, Safri dan Andreau Pribadi Misata; Pengurus PT ACK, Siswadi; staf istri Menteri KP, Ainul Faqih; dan Amiril Mukminin (swasta).
Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pihak pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito.
Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Baca juga: Hashim Sesalkan Edhy Ditahan KPK Bersamaan dengan Gerindra Terima Anugerah Partai Politik Terbersih
Dalam kasusnya, Edhy Prabowo diduga melalui staf khususnya mengarahkan para calon eksportir untuk menggunakan PT ACK bila ingin melakukan ekspor.
Salah satunya adalah perusahaan yang dipimpin Suharjito.
Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy.
Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.
Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo.
Salah satunya ialah untuk keperluan saat ia berada di Hawaii, Amerika Serikat.
Edhy diduga menerima uang Rp3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya. Selain itu, ia juga diduga pernah menerima 100 ribu dolar AS yang diduga terkait suap.
Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp9,8 miliar.