Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami data pemaparan PT Aero Citra Kargo (ACK) kepada para eksportir bening bening lobster atau benur.
Pendalaman dilakukan melalui sales PT Perishable Logistic Indonesia (PLI) bernama Ellen. Ia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam sengkarut kasus dugaan suap terkait perizinan tambak, usaha, dan/atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.
Dalam menjalankan bisnis kargo, PT ACK menggunakan PT PLI sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri.
Baca juga: Sepanjang 2020, KPK Era Firli Bahuri Lakukan 8 Kali OTT, Ini Daftarnya
Pengendali PT PLI, Dipo Tjahjo Pranoto yang juga direktur PT ACK sempat turut diamankan dan diperiksa KPK. Namun, komisi antikorupsi melepaskan Dipo dengan statusnya masih sebagai saksi.
"Ellen (Sales PLI) dikonfirmasi terkait dengan data pemaparan PT ACK kepada para exportir," kata Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (9/12/2020).
Tim penyidik KPK juga berusaha menelusuri aliran uang suap ekspor benur ke Edhy Prabowo lewat Devi Komalah Sari, seorang pengurus rumah tangga.
Baca juga: Kasus Edhy Prabowo, KPK Dalami Aktivitas PT ACK Dalam Pengajuan Izin Ekspor Benur di KKP
"Devi Komalah Sari (Mengurus Rumah Tangga) dikonfirmasi mengenai dugaan aliran uang kepada tersangka EP (Edhy Prabowo) dkk," ungkap Ali.
Sementara saksi lainnya bernama Qushairi Rawi yang merupakan staf Edhy Prabowo dikonfirmasi mengenai adanya dugaan aliran uang kepada tersangka Amiril Mukminin. Amiril merupakan petinggi di PT ACK.
"Qushairi Rawi (Staf MKP) dikonfirmasi mengenai adanya dugaan aliran sejumlah uang dari tersangka AM (Amiril Mukminin)," kata Ali.
Terakhir, saksi lainnya bernama Putri Catur yang merupakan stafsus Edhy Prabowo dikonfirmasi mengenai sejumlah barang bukti yang dititipkan oleh tersangka Andreau Pribadi Misata. Andreau juga merupakan stafsus dari Edhy Prabowo.
"Putri Catur (Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan) dikonfirmasi mengenai berbagai barang bukti yang dititipkan oleh tersay APM (Andreau Pribadi Misata) kepada saksi," ujar Ali.
Dalam perkara ini KPK menetapkan total tujuh orang sebagai tersangka.
Enam orang sebagai penerima suap yakni Edhy Prabowo; stafsus Menteri KP, Safri dan Andreau Pribadi Misata; Pengurus PT ACK, Siswadi; staf istri Menteri KP, Ainul Faqih; dan Amiril Mukminin (swasta).
Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pihak pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito.
Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam kasusnya, Edhy Prabowo diduga melalui staf khususnya mengarahkan para calon eksportir untuk menggunakan PT ACK bila ingin melakukan ekspor. Salah satunya adalah perusahaan yang dipimpin Suharjito.
Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy. Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.
Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo. Salah satunya ialah untuk keperluan saat ia berada di Hawaii, Amerika Serikat.
Edhy diduga menerima uang Rp3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya. Selain itu, ia juga diduga pernah menerima 100 ribu dolar AS yang diduga terkait suap. Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp9,8 miliar.