Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan lima tersangka kasus dugaan suap perizinan ekspor benih bening lobster atau benur.
Lima tersangka itu yakni Menteri Kelautan dan Perikanan nonaktif Edhy Prabowo; staf khusus Edhy, Safri; pengurus PT Aero Citra Kargo, Siswadi; staf istri Edhy, Ainul Faqih; dan Direktur PT Dua Putra Perkasa, Suharjito.
"Hari ini dilakukan perpanjangan penahanan terhadap 5 orang tersangka masing-masing selama 40 hari dimulai tanggal 15 Desember 2020 sampai 23 Januari 2021," kata Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (14/12/2020).
Baca juga: Sespri Edhy Prabowo Dicecar KPK Soal Pihak Lain yang Kecipratan Uang Izin Ekspor Benur
Kelima tersangka ditahan di rumah tahanan (rutan) cabang KPK pada Rutan Gedung Merah Putih KPK.
"Perpanjangan penahanan dilakukan karena penyidik KPK masih memerlukan waktu untuk melengkapi berkas perkara para tersangka tersebut," ujar Ali.
Dalam perkara ini KPK menetapkan total tujuh orang sebagai tersangka.
Enam orang sebagai penerima suap yakni Edhy Prabowo; stafsus Menteri KP, Safri dan Andreau Pribadi Misata; Pengurus PT ACK, Siswadi; staf istri Menteri KP, Ainul Faqih; dan Amiril Mukminin (swasta).
Baca juga: Ajudan dan 2 Sekretaris Pribadi Edhy Prabowo Mangkir dari Pemeriksaan KPK
Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pihak pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito.
Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Baca juga: Hashim Sesalkan Edhy Ditahan KPK Bersamaan dengan Gerindra Terima Anugerah Partai Politik Terbersih
Dalam kasusnya, Edhy Prabowo diduga melalui staf khususnya mengarahkan para calon eksportir untuk menggunakan PT ACK bila ingin melakukan ekspor. Salah satunya adalah perusahaan yang dipimpin Suharjito.
Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy. Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.
Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo. Salah satunya ialah untuk keperluan saat ia berada di Hawaii, Amerika Serikat.
Edhy diduga menerima uang Rp3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya. Selain itu, ia juga diduga pernah menerima 100 ribu dolar AS yang diduga terkait suap. Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp9,8 miliar.