TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan menegaskan tidak ada larangan pengambilan foto, video, dan mendokumentasikan persidangan yang terbuka untuk umum dalam
Hal itu menurut dia, sangat jelas tertulis dalam Pasal 4 ayat 6, ‘Pengambilan foto, rekaman audio dan/atau rekaman audio visual harus seizin hakim/ketua majelis hakim yang bersangkutan yang dilakukan sebelum dimulainya persidangan."
“Jadi sama sekali tidak ada larangan untuk melakukan pengambilan foto, rekaman audio dan/atau rekaman audio visual dalam suatu persidangan yang terbuka untuk umum,” tegas " ujar Politikus PDI Perjuangan ini ketika dihubungi Tribunnews.com, Minggu (20/12/2020).
Baca juga: Ambil Foto dan Rekaman di Persidangan Harus Ada Izin, Aturan MA Dinilai Tak Jelas
Akan tetapi ada aturan, ketentuan dan tata caranya, lanjut dia, yakni harus seizin hakim atau ketua majelis hakim yang bersangkutan, dan permohonannya dilakukan sebelum dimulainya persidangan.
“Ini kan lebih pada sekadar pengaturan sehingga jalannya persidangan dapat berlangsung aman, tertib dan lancar agar kekuasaan kehakiman yang merdeka dan terlepas dari pengaruh kekuasaan manapun hadir,” ucap Arteria Dahlan.
“Janganlah kita mendasarkan segala sesuatu pada prasangka, sentimen negatif dan kekhawatiran berbasis buruk sangka. Sama sekali tdak ada larangan mengambil dokumentasi audio visiual, jangan memberikan tafsir yang menyesatkan yang cenderung mendiskreditkan Mahkamah Agung,” tegas Arteria Dahlan.
Ia juga tidak melihat ketentuan tersebut akan melanggengkan mafia peradilan, seperti banyak pihak mengkhawatirkannya.
Dia tegaskan, justru ketentuan tersebut menjaga independensi hakim.
“Terpikirkankah oleh mereka, justru kalau tidak diberikan pengaturan ketat, para mafia pengadilan dengan kekuasaan yang dimiliki dapat mengontrol jalannya persidangan, mempengaruhi saksi, jaksa penuntut umum maupun pengacara.”
“Bahkan tidak ada gunanya saksi diisolasi terlebih dahulu sebelum diperiksa dimuka pengadilan, karena saksi tersebut sudah mengetahui apa saja yang hendak ditanyakan kepadanya,” kata Arteria Dahlan.
Untuk itu dia mengajak semua pihak untuk bersikap obyektif, memberikan tafsir yang netral terkait dengan diterbutkannya Peraturan MA (Perma) Nomor 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam Lingkungan Pengadilan.
Karena dia melihat tidak ada yang salah dalam materi muatan norma yang dihadirkan oleh Mahkamah Agung melalui Perma tersebut.
Secara filosofis, sosiologis dan yuridis, dia menjelaskan, Perma tersebut ditujukan untuk menciptakan suasana aman bagi hakim, aparatur pengadilan dan masyarakat pencari keadilan demi terwujudnya peradilan yang berwibawa dalam rangka melaksanakan fungsi kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menegaklan hukum dan keadilan.
Selain itu, Perma maupun maupun materi muatan Perma adalah masih dalam lingkup kewenangan Mahkamah Agung untuk mengaturnya.