TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj mengungkapkan pada tahun 2020, intoleransi masih merebak dan cenderung meningkat.
Hal tersebut diungkapkan Said dalam "Refleksi Tahun 2020 dan Tausiyah Kebangsaan Nahdlatul Ulama Memasuki Tahun 2021".
"PBNU mengingatkan semua pihak agar kembali kepada jati diri bangsa yang menghargai kemajemukan, pluralitas, serta heterogenitas yang dirumuskan dalam sebuah konsensus agung bernama Pancasila yang dibangun di atas bingkai Bhineka Tunggal Ika," ujar Said melalui keterangan tertulis, Selasa (29/12/2020).
Said mengatakan pada momentum revolusi 4.0 ini, iklim demokrasi salah satunya bertumpu pada digitalisasi.
Menurutnya ekspresi demokrasi dan politik diungkapkan melalui kanal-kanal media sosial.
Baca juga: Gara-gara Sering Pamer Kekayaan di Medsos, Selebgram Ini Dirampok Rp 5,6 Miliar
Dunia maya, menurut Said, telah berkembang sangat pesat termasuk dalam konteks penyebaran isu politik, sosial, keagamaan serta isu lainnya.
"Melihat kondisi seperti ini, PBNU menilai perlu adanya upaya yang lebih ekstensif dan intensif dalam membangun narasi-narasi positif dalam wujud konten yang kreatif," ucap Said.
"Sehingga penyebaran berita bohong, fitnah, polarisasi, dan radikalisme yang selama ini teresonansi gerakannya melalui media sosial bisa diatasi dengan baik," tambah Said.
Bagi Said, perbedaan harus menjadi energi untuk memproduksi kekuatan kolektif sebagai sebuah bangsa, bukan dijadikan sebagai benih untuk menumbuhkan perpecahan.
Menurutnya, kebhinekaan harus menjadi kekuatan bangsa. Said mengatakan Kebinekaan tidak boleh menjadi anasir destruktif yang memberi konstribusi bagi rusaknya persatuan dan kesatuan bangsa.
"PBNU mengingatkan bahwa demokrasi sebagai sistem untuk mewujudkan kesejahteraan publik memiliki potensi dibajak oleh gerakan apapun, baik oleh gerakan fundamentalisme agama dan ideologi maupun fundamentalisme pasar," pungkas Said.