TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan untuk mengejar kekebalan kelompok atau herd immunity dibutuhkan sekitar 426 juta dosis vaksin.
"Dengan memperhitungkan bahwa 1 orang membutuhkan 2 dosis dan memperhitungkan guideline WHO kita persiapkan 15 persen cadangan maka total vaksi yang diperlukan ada sekitar 426 juta dosis vaksin," kata Budi saat konferensi pers, Selasa (29/12/2020).
Baca juga: Tak Lagi Jadi Menkes, Ini Pesan Terakhir Terawan untuk Pegawai Kemenkes
Adapun perhitungannya menurut Budi yakni 181 juta masyarakat yang akan divaksin dikalikan dua dosis, ditambah 15 persen vaksin untuk cadangan sesuai petunjuk WHO.
Adapun angka 181 juta warga yang divaksin tersebut didapat dari 188 juta warga Indonesia berusia 18 tahun ke atas dikurangi mereka yang memiliki komorbid, ibu hamil, serta mereka penyintas Covid-19.
"Ini adalah jumlah yang sangat besar, untuk itu pemerintah sudah berusaha keras untuk memastikan kita bisa mengamankan jumlah ini," katanya.
Untuk memenuhi kebutuhan vaksin tersebut pemerintah menggunakan lima jalur pengadaan vaksin, dengan rincian empat jalur kerjasama bilateral dan satu jalur multilateral.
Jalur bilateral diantaranya kerjasama dengan Sinovac, Novovax, Astrazeneca, dan Pfizer. Sementara jalur multilateral yakni melalui Global Alliance for Vaccine and. Immunization (GAVI).
Sebagaimana diketahui Indonesia termasuk dari 92 negara Covax AMC (Advanced Market Commitment) yang akan mendapatkan jaminan akses terhadap vaksin Covid-19 yang terjangkau dan berkualitas.
Saat ini lanjut Menkes pemerintah sudah pasti mendapatkan 330 juta dosis vaksin dari kebutuhan 426 juta dosis vaksin. Sementara itu 330 juta dosis lagi sifatnya opsional.
"Kita sudah men-secure, yang pastinya sekitar 330 juta dengan opsi sekitar 330 juta sehingga kita sudah secure 660 juta dosis vaksin," kata Menkes.
Jumlah tersebut menurut Menkes sudah terbilang aman, apabila kedepannya ada beberapa jenis vaksin yang gagal uji klinik atau proses pengirimannya terhambat.
"Sehingga kita harapkan di awal tahun depan semua proses mengenai kesiapan pengadaan vaksin sudah selesai," katanya.
Dari 660 juta dosis vaksin tersebut menurut Budi 400 juta diantaranya merupakan hasil kerjasama dengan sejumlah perusahaan farmasi diantaranya, Sinovac, Novovax, AstraZeneca, dan Pfizer.
"100 juta (dosis) akan didatangkan dari China, 100an juta dari Novovax, perusahaan Amerika-Kanada, 100 juta dari Astrazeneca perusahaan dari London-Inggris, 100an juta lagi dari Pfizer gabungan Jerman dan Amerika," katanya.
Vaksin-vaksin tersebut menurut Budi akan datang secara bertahap ke Indonesia. Sehingga diharapkan 181 juta masyarakat dapat segera divaksinasi.
Lebih jauh Menkes Budi menjelaskan bahwa belum pastinya jumlah dosis vaksin yang diterima dari GAVI, melatarbelakangi pemerintah membuat kerjasama pengadaan yang sifatnya opsi dengan sejumlah perusahaan farmasi.
Opsi tersebut yakni bila jumlah vaksin yang diterima dari GAVI sesuai dengan perkiraan awal maka tidak perlu ada tambahan pengadaan vaksin.
"Itu sebabnya kenapa kita buat kontrak dengan opsi dari suplier vaksin yang ada tadi, yang 4 (Sinovac, Novovax, AstraZeneca, Pfizer) tadi. Supaya kalau ada kepastian dari pengadaan dari GAVI, yang sifatnya gratis kita tak perlu ambil dari mereka. Tapi kalau vaksin GAVI belum bisa terdelivery sesuai jadwal, kita sudah mengamankan suplai dari perusahaan perusahaan tersebut secara bilateral," pungkasnya.
Nakes Prioritas
Dalam kesempatan yang sama, Menkes Budi mengatakan bahwa pihaknya telah berkonsultasi dengan Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (Itagi) untuk rencana vaksinasi Covid-19 pada 2021 mendatang.
Itagi adalah badan independen yang memberikan advice atau masukan kepada Menteri Kesehatan terkait dengan program vaksinasi.
"Badan independen ini ada di setiap level. Contohnya di WHO ada juga ada Badan Independen untuk imunisasi yang namanya SAGE. Kita berdiskusi dengan mereka," kata Budi.
Dari hasil konsultasi dengan Itagi tersebut pemerintah menurut Budi memutuskan bahwa vaksinasi tahap pertama akan diberikan kepada 1,3 juta petugas kesehatan yang tersebar di 34 Provinsi.
"Tahap kedua kita berikan ke petugas publik. Ini sekitar 17,4 juta orang. Kemudian tahap selanjutnya, masyarakat Lansia, di atas 60 tahun yang jumlahnya sekitar 21,5 juta orang," kata dia.
Setelah tahap pertama dan kedua selesai menurut Budi, maka vaksin akan diberikan kepada masyarakat umum. Pemberian vaksin Covid-19 tahap pertama bagi petugas kesehatan menurut Budi dilakukan seluruh negara.
"Mengapa? (tenaga kesehatan) ini adalah garda terdepan, orang - orang yang paling penting di masa pandemi krisis Covid-19. Jadi apa yang kita lakukan pertama kali konsisten yang dilakukan di Inggris, Amerika, semua negara bahwa tenaga kesehatan merupakan prioritas pertama yang akan kita vaksin," katanya.
Untuk tahapan kedua, kebijakan setiap negara menurutnya berbeda-beda. Ada yang mengurutkannya berdasarkan umur dan ada juga berdasarkan aktivitas pekerjaan.
"Di kita public workers dulu. Mengapa? Karena memang kita membutuhkan waktu untuk memastikan bahwa vaksin yang bisa digunakan nanti bisa berlaku untuk usia di atas 60 tahun," kata dia.
Menkes memastikan bahwa vaksinasi tahap pertama dan selanjutnya akan diberikan apabila telah keluar izin penggunaan darurat atau Emergency used authorization dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)."Karena kita percaya sekali bahwa data science itu menjadi pegangan kita, BPOM sudah bekerja sama baik dengan Kementerian Kesehatan," pungkasnya.
Kriteria Penerima
Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) menerbitkan surat rekomendasi kriteria penerima vaksin Covid-19 dengan penyakit penyerta atau komorbid.
Dalam rekomendasi itu, PAPDI mengingatkan tak semua pasien dengan penyakit penyerta bisa mendapatkan vaksin Covid-19.
Tertulis ada pasien dengan penyakit penyerta atau komorbid yang layak divaksin maupun yang belum layak memperoleh vaksin Covid-19. PAPDI menyusun rekomendasi tersebut berdasarkan data publikasi fase I/II mengenai Sinovac, data uji fase III di Bandung berupa proposal dan catatan pelaku lapangan yang terlibat dalam uji klinis.
Serta atas dasar data uji vaksin inactivated lainnya yang sudah lengkap (seperti vaksin influenza, dsb), sedangkan data vaksin inactivated Covid-19 (Sinovac) belum lengkap.
Rekomendasi juga disusun spesifik untuk Sinovac, sehingga dapat berubah sesuai dengan perkembangan laporan data uji klinis Sinovac tersebut.
Dalam surat yang ditandatangani Ketua Umum PB PAPDI Sally Nasution pada 18 Desember 2020 itu, ditekankan pula pada individu yang akan divaksin, jika terdapat lebih dari 1 komorbid atau penyakit penyerta dan salah satunya belum layak divaksin, maka akan dipilih yang belum layak.
Daftar Pasien Komorbid yang Layak Menerima Vaksin Covid-19:
1. Reaksi anafilaksis (bukan akibat vaksinasi Covid)
2. Alergi obat
3. Alergi makanan
4. Asma bronkial, dengan catatan: jika pasien dalam keadaan asma akut disarankan untuk menunda vaksinasi sampai asma pasien terkontrol baik.
5. Rhinitis alergi
6. Urtikaria
7. Dermatitis atopi
8. HIV, dengan catatan: Vaksinasi yang mengandung kuman yang mati/komponen tertentu dari kuman dapat diberikan walaupun CD4<200. Perlu dijelaskan kepada pasien bahwa kekebalan yang timbul dapat tidak maksimal, sehingga dianjurkan untuk diulang saat CD4>200.
9. Penyakit Paru Obstruktif Kronik
10. Tuberkulosis
11. Kanker paru
12. Interstitial lung disease
13. Penyakit hati
14. Diabetes mellitus
15. Obesitas
16. Nodul tiroid
17. Pendonor darah
18. Penyakit gangguan psikosomatis
Daftar Pasien Komorbid yang Belum Layak Menerima Vaksin Covid-19:
1. Penyakit Autoimun Sistemik (SLE, Sjogren,vaskulitis, dan autoimun lainnya)
2. Sindroma Hiper IgE
3. PGK Non Dialisis
4. PGK dialisis (hemodialisis dan dialysis peritoneal)
5. Transplantasi Ginjal
6. Sindroma nefrotik dengan imunosupresan/ kortikosteroid
7. Hipertensi
8. Gagal jantung
9. Penyakit jantung koroner
10. Reumatik autoimun (autoimun sistemik)
11. Penyakit-penyakit gastrointestinal
12. Hipertiroid/hipotiroid karena autoimun
13. Penyakit dengan kanker, kelainan hematologi seperti gangguan koagulasi, pasien imunokompromais, pasien dalam terapi aktif kanker, pemakai obat imunosupresan, dan penerima produk darah.
14. Pasien hematologionkologi yang mendapatkan terapi aktif jangka panjang, seperti leukemia granulositik kronis, leukemia limfositik kronis, myeloma multipel, anemia hemolitik autoimun, ITP, dll.
Daftar Pasien Komorbid yang Tidak Layak Menerima Vaksin Covid-19:
Pasien dengan infeksi akut. Pasien dengan kondisi penyakit infeksi akut yang ditandai dengan demam menjadi kontraindikasi vaksinasi.(Tribun Network/fik/rin/wly)