Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kenaikan harga kedelai impor di awal tahun 2021 ini, membuat usaha para produsen tahu dan tempe morat-marit dan kesulitan.
Sebagai bentuk protes, para pengrajin tempe menjalankan mogok produksi bersama yang dilakukan pada tanggal 1 hingga 3 Januari kemarin.
Sekjen Kerapatan Indonesia Tanah Air (KITA) Ayep Zaki angkat suara soal kenaikan harga kedelai yang tadinya di kisaran Rp 7 ribu melambung hingga Rp 10 ribu.
KITA melihat naiknya harga kedelai hingga hampir 50 persen ini merupakan dampak dari lonjakan permintaan pembelian dari Tiongkok. Pasalnya selama ini, hampir 90 persen kebutuhan kedelai Indonesia dipenuhi dari impor.
Baca juga: Mentan Sebut Pengembangan Kedelai Lokal Sulit Dilakukan, Ini Sebabnya
Baca juga: Mentan Beberkan Soal Alasan Sulitnya Swasembada Kedelai
"Ini merupakan tantangan tersendiri bagi pemerintah untuk mencari solusi pemenuhan kebutuhan pokok bangsa yang selalu import-oriented, khususnya kedelai," ujar Sekjen Kerapatan Indonesia Tanah Air (KITA), Ayep Zaki dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com, Senin (4/1/2021).
Organisasi yang dipimpin Maman Imanulhaq itu meminta pemerintah benar-benar menaruh perhatian serius terhadap persoalan pangan, seperti sekarang terjadi pada sektor kedelai.
KITA tidak ingin pemerintah hanya menyelesaikan persoalan pangan dengan solusi sementara tanpa fokus pada membangun kedaulatan pangan di tanah air.
"Persolan pangan atau pertanian ini perlu menjadi perhatian bersama. Jangan sampai hanya diselesaikan juga dengan solusi sementara. Namun fokus bersama kita adalah membangun kedaulatan pangan, tidak lagi ketergantungan dari komoditas asing. Kedaulatan pangan jangan cuma jargon saja," kata Zaki.
Untuk itu menurut Ayep Zaki yang juga aktif dalam pemberdayaan UMKM, para pengrajin tempe tahu sudah saatnya berkolaborasi dengan petani kedelai lokal.
Ini yang saat ini sedang diupayakan oleh KITA dengan membangun komunikasi kerjasama melalui dinas terkait di beberapa daerah seperti Sumatera Utara, Sukabumi dan Sigi Sulawesi Tengah.
Selain itu, KITA juga terus mendukung gerak pemerintah dalam memberikan penyuluhan dan sosialiasi kepada para pengrajin tempe tahu agar usahanya bisa naik kelas.
“Saat ini KITA melalui FKDB yang memiliki 85 UMKM yang memproduksi dan mendistribusukan tempe di 82 kota/kabupaten di seluruh Indonesia, merasakan dampak dari kenaikan gara-gara kenaikan harga kedelai ini,” jelasnya.
Kementan Berencana Lipatgandakan Produksi Kedelai Nasional
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo akan fokus melipatgandakan produksi kedelai dalam negeri.
Program terobosan peningkatan produksi kedelai telah disiapkan dan dipastikan secara penuhnya diimplemensikan di tingkat lapangan dalam 200 hari ini.
"Masalah kedelai yang ada saat ini adalah kontraksi global. Kami menyikapinya dengan menyiapkan langkah kongkret mendorong petani untuk meningkatkan produksi. Program aksi nyatanya kami susun, tapi bagi kami yang terpenting bagaimana dapat diimplementasikan di lapangan. Ini yang akan kita pastikan," tutur Syahrul melalui keterangan resmi, Senin (4/1/2021).
Harga kedelai saat ini sebesar Rp 9.300 per-kilogram, sebelumnya berkisar Rp 7.200 per-kilogram.
Tahun 2021 ini digelontarkan bantuan pengembangan kedelai di Provinsi Sulawesi Utara seluas 9.000 ha, Sulawesi Barat 30.000 ha dan Sulawesi Selatan 9.000 ha.
Peningkatan produksi kedelai dalam negeri yang berdaya bersaing baik kualitas maupun harganya merupakan program prioritas pembangunan pertanian.
Program kongkretnya yakni melalui perluasan areal tanam dan meningkatkan pelibatan integrator, unit-unit kerja Kementan dan pemerintah daerah.
"Dengan langkah cepat dari Kementan bersama berbagai integtator dan pengembang kedelai yang ada kita lipatgandakan dengan kekuatan. Kita bergerak cepat, sehingga produksi kedelai dalam negeri meningkat," imbuh Mentan.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi menegaskan langkah nyata yang diimplementasi Kementan guna produksi produksi kedelai 2021 di antaranya percepatan budidaya di klaster-klaster dengan integrator.
"Membangun kemitraan hilirisasi dan pasar industri tahu tempe dengan petani di Jateng 15.000 ha, Jabar 15.000 ha, Jatim 15.000 ha, NTB 4.000 ha dengan dukungan KUR dan akses kepada offtaker," ungkap Suwandi.
Peningkatan produktivitas akan terus dikembangkan melalui kerjasama dengan Badan Litbang Pertanian.
Adapun rata rata produktivitas kedelai saat ini 1,5 ton/ha dan harus ditingkatkan menjadi 2 ton/ha melalui riset benih unggul dan teknologi budi daya.
"Perlu juga pengendalian impor melalui kebijakan dari non lartas menjadi lartas dan mewajibkan setiap importir kedelai bermitra dengan petani sekaligus menyerap produksi kedelai lokal dengan harga yang ditetapkan," tambah Suwandi.