News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pengamat : Jadi Penghasil Nikel, RI Jangan Fokus Urus Mobil Listrik

Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI-- Mitsubishi Corporation melalui PT Weda Bay Nickel memiliki deposit nikel di Pulau Halmahera

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Indonesia diramalkan akan menjadi salah satu negara penghasil nikel terbesar di dunia. 

Potensi ini harus dimanfaatkan secara menyeluruh. 

Menurut Dosen Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Bagas Pujilaksono Widyakanigara, sudah seharusnya pemerintah memikirkan nikel secara komprehensif, bukan hanya fokus ke mobil listrik.

Menurut Bagas, pemerintah harus lebih konprehensif untuk memanfaatkan sumber daya nikel yang dimiliki, jika nikel (Ni) hanya dibuat baterai untuk mobil listrik, maka hasilnya tidak seberapa dibandingkan dengan jika Ni kita bikin sebagai alloying element pada pembuatan baja tahan karat, baja untuk keperluan khusus atau Ni base superalloy.

“Hasil hitungan sederhana saya, pemerintah akan memperoleh masukan keuangan jauh lebih banyak jika membangun industri metalurgi dibandingkan battery mobil listrik. Karena, life cycle and price dari produk,” kata Bagas dalam pernyataannya yang diterima Tribun, Selasa(5/1/2021) malam. 

Ia menambahkan, tidak ada satupun negara maju saat ini yang tidak memiliki industri logam dasar dan kimia dasar yang kuat. 

Kedua industri tersebut adalah industri hulu yang sangat menentukan nasib industri hilir, misal otomotif, permesinan, manufaktur, konstruksi, kedokteran, farmasi, tekstil, makanan dan minuman, dan lain-lain.

Baca juga: Cara Dapat Keringanan Tagihan Listrik PLN Januari 2021, Simak Petunjuk Berikut Ini

“Industri metalurgi adalah industri padat modal, energi dan tenaga kerja. Perjalanan science and technology jauh lebih panjang dibandingkan mobil listrik. Jelas, industri logam dasar lebih berpengaruh positif dalam membangun peradaban bangsa Indonesia,” ujarnya.

Bagas mencontohkan, saat Indonesia jatuh bangun akibat krisis ekonomi yang kemudian diikuti krisis keuangan, yang salah satunya diperburuk keadaannya, karena kita tidak mempunya industri logam dasar dan kimia dasar yang kuat. 

“Industri hilir kita sangat tergantung bahan baku impor,” jelasnya.

Menurutnya, mobil listrik jantung hatinya ada di teknologi baterai. Sistem vehicle dan motor listrik sangat sederhana.

“Siapkah kita mengelola limbah battery-nya yang akan sangat menggunung? Apakah kita sudah punya industri recycling battery?” ujarnya.

Bagas juga mengakui, kelebihan mobil listrik terletak pada tak adanya emisi buangan. 

Namun jangan lupa, mobil listrik dapat listrik dari PLN. 

Baca juga: Daftar Pebisnis China yang Hilang, Selain Jack Ma, setelah Kritik Kebijakan Pemerintah

“Jadi, sama saja, tidak ada bedanya. PLN akan melepas emisi gas buang lebih banyak ke atmosfer,” katanya. 

“Saya tidak yakin, kalau mobil listrik dengan sistem battery akan menjadi kendaraan masadepan.

Feeling saya adalah transportasi publik dengan sistem energi terpusat, lebih efisien, efektif dalam mendukung transportasi manusia dan barang, dan tidak menimbulkan kemacetan di tempat tujuan,” ujarnya. 

Ke depannya, secara bersamaan, pemerintah harus mengembangkan industri logam dasar dan kimia dasar, terutama yang berbasis Ni.

Paduan logam Ni adalah material temperatur tinggi, yang sangat strategis kedepan. 

Akan banyak dipakai di industri-industri pembangkitan energi listrik, teruatama energi nuklir, dengan efisiensi pembangkitan yang tinggi, diatas 42%.

Industri metalurgi tidak bisa dipisahkan dengan industri smelter. Dari hitungan-hitungan ekonomi, hampir dipastikan, pemegang IUP tidak mampu bangun smelter. 

Karena, permasalahan smelter bukan hanya soal smelternya, namun juga energy supply yang sangat besar.

“Beside, UU Minerba menyebutkan operator smelter tidak berkewajiban menginformasikan komposisi mineral konsentratnya pada pemegang IUP. Dan, ada hal-hal strategis yang pemerintah harus pahami, yaitu sol unsur-unsur tanah jarang (rare earth materials: Re, Ta, Ti, Mo, V, Ba, Ce, dll) yang amat sangat strategis bagi industri elektronik dan metalurgi. Unsur tanah jarang sebagai unsur-unsur pengikut dengan kelimpahan yang kecil karena proses geologi. Ini milik negara bukan milik pemegang IUP,” katanya.

Operator smelter harus terpisah dengan pemegang IUP. 

Bagas mengusulkan, dengan kompleksitas yang tinggi tersebut, pemerintah membentuk BUMN Smelter sebagai operator industri smelter, yang sifatnya harus profit centre bukan cost centre.

“Kita punya tambang Ni besar di Kendari dan Halmahera yang mineralnya berbentuk (Ni, Fe)2O3 spinel. Akankah kita hambur-hamburkan menjadi battery mobil listrik?” Tutupnya. (Willy Widianto) 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini