Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah menyampaikan sejumlah catatan kritis terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi Dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) merekomendasikan enam hal.
Pertama mengoptimalkan upaya pencegahan, antara lain, dengan pendidikan kesehatan reproduksi komprehensif untuk seluruh warga negara baik lelaki dan perempuan termasuk penyandang disabilitas, yang di dalamnya terdapat materi anti kekerasan seksual.
Kedua, menguatkan pelaksanaan sistem peradilan pidana terpadu untuk penanganan korban kekerasan seksual dengan mengintegrasikan perspektif korban dan disabilitas.
Ketiga meningkatkan dukungan, termasuk anggaran dan ketersediaan SDM berkualitas dan berkelanjutan, untuk proses pemulihan korban.
Baca juga: Komnas Perempuan Kritik PP Kebiri Kimia
"Keempat, mengefektifkan pidana maksimal pada pelaku tindak kekerasan seksual termasuk penjara seumur hidup bagi yang melanggar Pasal 81 dan Pasal 82 UU No. 17 Tahun 2016 tentang Perubahan tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak," dikutip dari Siaran Pers Komnas Perempuan pada Jumat (8/1/2021).
Kelima, mendorong pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, sebagai RUU yang komprehensif dalam hal penanganan korban maupun pelaku kekerasan seksual yang sudah dibangun sejak tahun 2014, yang juga memuat perumusan tindak pidana kekerasan seksual yang tidak terbatas pada pemerkosaan dan pencabulan.
"Keenam, menjadikan kebiri kimia sebagai bagian dari tindakan rehabilitasi yang menjadi pilihan berbasis kesukarelaan dan didasarkan pada informasi utuh mengenai proses dan dampak kepada terpidana, guna mengoptimalkan efektivitas tindakan ini dalam mengurangi residivisme," kata Komnas Perempuan.