TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/BRIN) Bambang Brodjonegoro menyebut alat screening virus corona (Covid-19) 'GeNose C19' mampu digunakan hingga 100.000 kali.
Inovasi bidang kesehatan yang dikembangkan oleh tim peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) ini memanfaatkan machine learning, bagian dari teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI).
Kendati menggunakan teknologi paling mutakhir di era revolusi industri 4.0, operasional alat ini tergolong mudah dan murah karena harga per unitnya sebesar Rp 62 juta.
"Jadi, kita ingin punya alat screening yang mudah, artinya operasionalisasinya mudah dan murah. Murah karena harga unitnya Rp 62 juta, tapi bisa dipakai hingga 100.000 kali," ujar Bambang dalam konferensi pers virtual, Kamis (7/1/2021) siang.
Bambang menambahkan, jika alat ini telah digunakan sebanyak 100.000 kali, maka harus dilakukan sedikit perbaikan untuk nantinya bisa digunakan kembali.
Melalui rapid test GeNose, setiap orang hanya perlu membayar Rp 15.000 hingga Rp 25.000 untuk melakukan deteksi Covid-19 menggunakan embusan napas.
Baca juga: Terima Alat Screening Virus Corona GeNose dari Menristek, Menko PMK: Ini Lebih Simple dan Praktis
Bambang menyampaikan bahwa tiap pemeriksaan memang hanya dikenakan Rp 600, namun biayanya bertambah menjadi kisaran Rp 15.000 hingga Rp 25.000 karena screening ini turut memanfaatkan plastik yang memiliki fungsi khusus.
Fungsi plastik ini tidak hanya sebagai media hembusan napas saja, namun juga eva filter yang akan menyaring agar virus tidak masuk ke dalam mesin yang digunakan untuk mendeteksi Covid-19.
Ia pun menyebut alat screening ini jauh lebih murah dibandingkan alat screening sebelumnya.
"Dengan perhitungan itu, maka kalau ini dilakukan untuk keperluan rapid test orang per orang, kisaran Rp 15.000 hingga Rp 25.000. Jadi lebih murah dibandingkan rapid test yang ada," kata Bambang.
Bambang menyebutkan ada 5 perusahaan yang akan memproduksi massal GeNose.
"GeNose ini sudah mendapat izin edar (dari Kementerian Kesehatan) 24 Desember (2020) kemarin, dan rencananya dengan konsorsium yang terdiri dari 5 perusahaan, mereka akan melakukan produksi massal," jelas Bambang.
Ia menambahkan, untuk produksi massal tahap awal ini ditargetkan menghasilkan 5.000 unit pada Februari mendatang.
"Targetnya bulan Februari sudah 5.000 dan nantinya juga akan bisa menjadi lebih besar," papar Bambang.
Selain 5 perusahaan yang siap memproduksi massal alat screening ini, kata Bambang, kementeriannya juga akan membantu mencari mitra industri lainnya agar produksi GeNose bisa terus ditingkatkan jumlahnya.
"Kami dari Kemenristek/BRIN juga akan membantu GeNose UGM untuk bisa menemukan atau mencari mitra industri yang bisa memproduksi dengan jumlah lebih banyak lagi, dengan standard tentunya yang terjaga," tegas Bambang.
Hingga saat ini, kata dia, sudah banyak pihak yang melakukan pemesanan terhadap produk karya anak bangsa ini.
Ia pun berharap mitra industri yang telah digandeng, bisa menyelesaikan produksi sesuai dengan target waktu yang ditentukan.
Baca juga: GeNose Diharapkan Bisa Digunakan di Terminal, Stasiun, Bandara, Pabrik hingga Pusat Perbelanjaan
"Saat ini yang kami ketahui, pesanan sudah sangat banyak dan mudah-mudahan segera bisa dipenuhi denggan schedule dari industri tersebut," pungkas Bambang.
Sementara itu Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan alat yang dikembangkan oleh tim peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) itu lebih praktis dibandingkan alat screening lainnya.
Ia pun sempat menguji coba alat screening yang menggunakan teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) ini.
"GeNose ini lebih simpel, lebih praktis dan saya juga sudah diambil tadi nafas saya, nanti bisa diketahui dalam waktu yang singkat kondisi saya saat ini," ujarnya.
Selain GeNose, ia juga memuji inovasi kesehatan yakni Rapid Antigen CePAD yang dikembangkan oleh tim peneliti dari Universitas Padjadjaran (UnPAD).
Karena menggunakan antigen dan dapat mendeteksi virus secara langsung, metode ini lebih cepat dari tes Polymerase Chain Reaction (PCR).
"Kemudian juga rapid test yang dihasilkan oleh teman-teman Universitas Padjajaran. Saya kira ini karena menggunakan antigen, ini adalah salah satu jenis rapid yang paling direkomendasi, dianggap sebagai salah satu metoda yang tingkat akurasinya lebih baik," kata Muhadjir.
Menurutnya, melalui rapid test antigen CePAD itu, virus corona yang ada dalam tubuh seseorang bisa terdeteksi secara cepat.
"Kita tahu bahwa dengan rapid test antigen ini, tidak hanya aman berdasarkan ada tidaknya imunitas seseorang. Tapi langsung yang bersangkutan sebenarnya ada (atau) tidak partikel virus corona itu dalam diri seseorang," papar Muhadjir.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) ini menyebut hadirnya rapid antigen CePAD turut melengkapi pula inovasi GeNose.
Baca juga: Biaya Tes Cepat Covid-19 Menggunakan GeNose Hanya di Kisaran Rp20.000 Per Orang
"Ini mirip juga si GeNose, ya saya kira dua metode yang saling melengkapi," tutur Muhadjir.
Ia pun berharap kedua inovasi karya anak bangsa ini dapat segera diproduksi massal.
Karena tidak hanya menjadi alat screening yang murah dan terjangkau bagi semua orang, namun juga memiliki tingkat akurasi yang tinggi.
"Mudah-mudahan nanti bisa terhubungkan juga dengan industri, sehingga bisa secepatnya diproduksi secara massive dengan biaya yang sangat murah dan terjangkau, dengan tingkat akurasi yang sangat diandalkan," pungkas Muhadjir.(tribun network/fit/wly)