TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Soerjanto Tjahjono, menyebut pesawat Sriwijaya Air SJ182 tak meledak sebelum membentur air.
KNKT mengindikasi bahwa sistem pesawat masih berfungsi dan mampu mengirim data pada ketinggian 250 kaki.
“Bahwa mesin pesawat ketika sampai di ketinggian 250 kaki sebelum impact ke permukaan air, masih hidup,” ujar Soerjanto Tjahjono dikutip dari Kompas TV, Rabu (13/1/2021).
Hal tersebut didapat dari data awal KNKT yang menemukan jika pesawat Sriwijaya Air SJ182 masih terekam radar saat mencapai ketinggian 10.900 kaki pada pukul 14.40 WIB.
Baca juga: Korban Pesawat Sriwijaya Air Pakai Identitas Orang Lain, Bagaimana Santunannya?
Namun pada pukul 14.36 WIB, tercatat pesawat mulai turun di ketinggian 250 kaki.
KNKT mengindikasi bahwa sistem pesawat masih berfungsi dan mampu mengirim data pada ketinggian 250 kaki.
Berdasarkan data temuan awal yang diperoleh, KNKT menduga bahwa mesin pesawat dalam kondisi hidup sebelum akhirnya meledak lantaran membentur air.
Soerjanto mengatakan, tercatat pesawat mulai turun dan data terakhir pesawat pada ketinggian 250 kaki.
Terekamnya data sampai dengan 250 kaki, lanjut Soerjanto, mengindikasikan bahwa sistem pesawat masih berfungsi dan mampu mengirim data.
"Dari data ini kami menduga bahwa mesin dalam kondisi hidup sebelum pesawat membentur air," katanya.
Data lapangan lain yang didapat KNKT dan KRI Rigel adalah sebaran wreckage memiliki besaran dengan lebar 100 meter dan panjang 300-400 meter.
"Luas sebaran ini konsisten dengan dugaan bahwa pesawat tidak mengalami ledakan sebelum membentur air," ujar Soerjanto.
Temuan bagian pesawat yang telah dikumpulkan oleh Basarnas, salah satunya adalah bagian mesin, yaitu turbine disc dengan fan blade yang mengalami kerusakan.
"Kerusakan pada fan blade menunjukan bahwa kondisi mesin masih bekerja saat mengalami benturan. Hal ini sejalan dengan dugaan sistem pesawat masih berfungsi sampai dengan pesawat pada ketinggian 250 kaki," jelas Soerjanto.
Sebelumnya, pesawat Sriwijaya Air SJY-182 dengan rute Jakarta-Pontianak hilang kontak pada Sabtu (9/1/2021) sore.
Pesawat tersebut hilang kontak dengan menara pengawas terjadi pada Sabtu sore, pukul 14.40 WIB dan jatuh di perairan sekitar Pulau Laki, Kabupaten Kepulauan Seribu.
Pesawat tersebut diawaki 6 awak aktif.
Adapun rincian penumpang dalam penerbangan SJ-182 adalah 40 dewasa, 7 anak-anak, 3 bayi dan 6 awak sebagai penumpang.
Kesaksian 3 nelayan
Kapolres Kepulauan Seribu AKBP Eko Wahyu mengatakan ada tiga nelayan berada sekira 100 meter dari lokasi pesawat jatuh ketika peristiwa terjadi.
Ketiganya nelayan itu bercerita kondisi perairan saat itu sedang dilanda hujan lebat sekitar pukul 15.00-15.30 WIB, Sabtu (9/1/2021).
Namun memang, ketiga nelayan tidak melihat langsung bentuk pesawat tersebut saat proses jatuhnya.
"Kemarin itu ada tiga nelayan memberikan informasi awal pada saat jatuhnya pesawat ini karena mereka tidak melihat langsung pesawat jatuh itu tidak," kata Kapolres Kepulauan Seribu AKBP Eko Wahyu di Kapal KN SAR Wisnu, Kepulauan Seribu, Senin (11/1/2021).
Seketika aktivitas ketiga nelayan tersebut terhenti karena mendengar suara dentuman keras.
Baca juga: Basarnas Temukan Kartu Identitas yang Diduga Kuat Terdaftar di Manifes Pesawat Sriwijaya Air SJ-182
Hal yang meyakin mereka ada pesawat jatuh saat itu adalah seketika air naik beserta terlihat serpihan logam ke atas setinggi 15 meter.
"Nelayan itu mendengar suara dentuman keras sekali terus air naik ke atas sampai 15 meter. Situasi pada saat itu hujan deras, dia perkirakan antara 100 sampai 150 meter jaraknya dengan lokasi," katanya.
"Di hujan deras sebenarnya untuk penglihatan jarak pandang itu nggak bisa terlalu keliatan," lanjut dia.
Awalnya, ketiga nelayan itu tidak curiga itu merupakan pesawat Sriwijaya Air SJ-182 rute Jakarta-Pontianak yang jatuh.
Menurut Eko, ketiga nelayan itu khawatir adanya tsunami.
"Dikira apa ini, bencana tsunami dan sebagainya ternyata setelah air itu naik ada serpihan-serpihan itu diduga ada kapal (pesawat) jatuh."
"Mereka melaporkan kapospol, kemudian lapor ke Kapolsek akhirnya kan kita tindak lanjuti laporan ke atas," jelasnya.
Usai kejadian, ia menuturkan tidak ada satu pun nelayan yang berani mendekat ke lokasi kejadian.
Ia juga tak mengetahui apakah ada penumpang yang masih hidup sesaat usai kejadian.
"Mereka nggak berani mendekat beralasan dikira musibah tsunami atau apa, mereka masih bertanya-tanya apa ini, makanya mereka langsung cepet kembali, langsung lapor," ujarnya.
Sumber: Kompas TV/Tribunnews.com
>