TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Proses evakuasi pesawat Sriwijaya Air SJ182 yang jatuh di sekitar Pulau Laki dan Pulau Lancang, perairan Kepulauan Seribu, menghadapi banyak tantangan.
Satu diantaranya, medan berat seperti cuaca di sekitar lokasi jatuhnya pesawat yang kerap diwarnai cuaca ekstrem.
Selain itu, kondisi kapal evakuasi dengan fasilitas yang seadanya juga menjadi tantangan sendiri bagi para evakuator.
Tribunnews.com sempat mencoba ikut bersama tim evakuasi Basarnas dan sejumlah relawan penyelam menuju ke titik pusat yang menjadi lokasi jatuhnya pesawat Sriwijaya Air di antara pulau Laki dan pulau Lancang, Kepulauan Seribu, pada Minggu (10/1/2021).
Titik keberangkatan dimulai dari Dermaga Jakarta International Container Terminal II atau yang biasa disingkat JICT II. Sebelum keberangkatan, seluruh tim evakuasi diwajibkan menjalankan swab antigen demi mencegah penularan Covid-19.
Baca juga: Kisah Makmur Ajie, Penyelam Profesional yang Diterjunkan Mencari Korban Sriwijaya Air SJ-182
Keberangkatan tim penyelam kali ini dengan menggunakan Kapal Negara SAR Basudewa yang tidak begitu besar, namun juga tidak begitu kecil. Total, kapal tersebut mampu menampung hampir 40 orang.
Waktu tempuh perjalanan dari JICT II menuju lokasi jatuhnya pesawat kurang lebih sekitar dua setengah jam. Dengan kecepatan rata-rata kapal diperkirakan 5-15 Knot.
Baca juga: Cerita 7 Penumpang Pindahan NAM Air yang Ikut Jadi Korban Sriwijaya Air SJ-182
Cuaca ekstrem mulai terlihat setelah hampir mendekati di sekitar lokasi jatuhnya pesawat. Dari kejauhan, penumpang kapal bisa melihat gelapnya awan hitam yang menandakan akan adanya hujan lebat.
Baca juga: Menangis Histeris, Kehilangan Istri dan 3 Anak di Insiden Jatuhnya Pesawat Sriwijaya Air SJ 182
Tak lama, hujan lebat disertai angin kencang pun turun seketika kapal berhenti di titik lokasi pencarian pesawat Sriwijaya Air SJ-182.
Tak hanya itu, gelombang ombak pun mendadak naik hingga mengayunkan kapal ke kanan dan kiri.
Baca juga: Tiga Komponen Penting Ini Selalu Ada di Black Box Pesawat dan Selalu Dicari Saat Terjadi Kecelakaan
Seorang relawan tim penyelam, Bayu Wardoyo mengakui cuaca di sekitar titik lokasi pencarian pesawat Sriwijaya Air SJ-182 memang tidak kondusif. Hal itu cukup membahayakan tim penyelam.
”Karena kalau cuacanya hujan kaya begini tentunya kan visibility di permukaan nggak bisa keliatan."
"Jadi ini juga nggak kondusif untuk tim rescue yang turun. Soalnya nanti kalau ada yang naik nggak keliatan sama kapal yang di permukaan,” kata Bayu.
Tim penyelam yang berencana langsung turun menyelam mencari pesawat Sriwijaya Air SJ-182 pun mengurungkan niatnya. Mereka memilih menunda menggelar evakuasi hingga esok harinya.
Memasuki malam hari, tim penyelam yang baru datang dipindahkan dari Kapal KN SAR Basudewa menuju ke Kapal KN SAR Wisnu yang menjadi pusat kapal utama Basarnas di sekitar lokasi pencarian Sriwijaya Air SJY-182.
Seluruhnya pun bermalam di sana bersama ratusan tim evakuasi Basarnas lainnya yang telah terlebih dahulu tiba.
Usai makan malam dengan makanan siap saji, relawan maupun tim Basarnas pun berbaur tidur di pinggir lantai kapal (deck) tanpa alas.
Namun, beberapa di antaranya tidur di dalam kamar yang tersedia di kabin kapal. Sebab, kapal KN SAR Wisnu terbilang cukup besar dengan desain interior yang lebih modern.
Esok harinya, awan di sekitar lokasi jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 juga tampak masih gelap.
Namun usai salat subuh, tim penyelam tetap mempersiapkan perlengkapan penyelaman di tengah cuaca tak menentu.
Mereka bersiap dalam posisi memakai masker, regulator, drysuit, Bouyancy Compensation Device (BCD), weightbelt, gauges, hingga menggendong oksigen.
Karena kondisi masih memungkinkan, tim pertama pun memutuskan untuk turun melakukan operasi penyelaman usai pengarahan.
Tim penyelam hanya diberikan waktu 20 menit berada di dalam laut. Setelah waktu itu, tim penyelam diminta harus naik ke permukaan air kembali meskipun tidak dapat hasil pencarian di bawah laut.
Kepala Kantor Basarnas DKI Jakarta Hendra Sudirman menyampaikan operasi penyelaman pada Senin (11/1/2021) itu terbilang lancar.
Total, ada 50 penyelam yang diterjunkan oleh tim gabungan SAR dan relawan. Namun karena faktor cuaca yang mendadak berubah, tim gabungan Basarnas hanya mampu menurunkan 2 dari 3 tim penyelam pada pagi dan siang hari.
Sedangkan pada sore hari, ombak mendadak meninggi lantaran akan adanya hujan kembali.
"Mas bisa lihat di sini cuaca tidak seperti di sana (JICT). Ombak di sini bergelombang agak besar. Jadi kita harus lihat situasi," katanya.
Namun demikian, tim Basarnas mengaku akan terus melakukan proses pencarian korban Sriwijaya Air SJ-182 hingga 7 hari ke depan.
Waktu tersebut bisa diperpanjang jika seluruh korban belum ditemukan oleh tim evakuasi.
Terhitung hingga Selasa (11/1) tim gabungan Basarnas, TNI-Polri dan relawan telah mengumpulkan sebanyak 114 kantong jenazah yang dibawa ke JICT II.
Kantong jenazah itu berisikan potongan tubuh, serpihan pesawat hingga barang-barang pribadi milik korban.(tribun network/igm/dod)