TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di tengah riuh soal vaksinasi, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ternyata punya agenda sidang putusan terhadap perkara dugaan pelanggaran etik Ketua KPU RI Arief Budiman.
Dalam putusannya, DKPP menyatakan Arief terbukti melanggar etik. DKPP pun memutuskan untuk memberhentikan Arief dari jabatannya sebagai Ketua KPU.
"Memutuskan, satu mengabulkan pengaduan pengadu untuk sebagian. Dua, menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir dan pemberhentian dari jabatan Ketua KPU kepada teradu Arif Budiman selaku Ketua KPU RI," kata Ketua DKPP Muhammad, Rabu (13/1/2021).
"Memerintahkan kepada KPU RI untuk melaksanakan putusan ini paling lama 7 hari sejak putusan dibacakan. Empat, memerintahkan Bawaslu mengawasi pelaksanaan putusan ini," imbuhnya.
Dalam putusan DKPP itu, Arief dinyatakan diberhentikan hanya dari jabatan ketua KPU, tidak disebut diberhentikan juga sebagai Anggota KPU.
Artinya, Ketua KPU bisa dijabat anggota lain, dan Arief menjadi komisioner KPU saja.
Pemecatan Arief Budiman sendiri merupakan buntut dari proses hukum yang ditempuh Komisioner KPU Evi Novida Ginting yang diberhentikan DKPP pada 18 Maret.
Belakangan putusan itu dimentahkan PTUN.
Arief dianggap melanggar etik karena mendampingi Evi Novida yang saat ini nonaktif mendaftarkan gugatan ke PTUN Jakarta.
Pengadu dalam perkara ini adalah Jupri.
Dalam keterangan DKPP, pendampingan itu dilakukan pada 17 April 2020, atau hampir sebulan setelah DKPP menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tetap kepada Evi.
Pengadu Jupri mendalilkan Arief telah membuat keputusan yang diduga melampaui kewenangannya yakni menerbitkan surat KPU RI Nomor 665/SDM.13.SD/05/KPU/VIII/2020 tanggal 18 Agustus 2020.
Baca juga: Arief Budiman Dipecat sebagai Ketua KPU RI, Kesalahannya Dampingi Evi Novida Gugat Keppres ke PTUN
"Sikap tersebut menurut Pengadu sangat disayangkan karena selain tidak mempunyai landasan hukum yang kuat, patut diduga bahwa tindakan Ketua KPU RI hanya disebabkan oleh rasa galau dan kekhawatiran saja sehingga mengabaikan asas kepastian hukum dan kepentingan umum," kata Jupri dalam sidang sebelumnya.
"Bahwa keputusan yang dibuat oleh Ketua KPU RI untuk mengaktifkan kembali Ibu Evi Novida Ginting Manik adalah langkah yang tidak dapat dibenarkan menurut UU Pemilu serta menurut Pengadu diduga Ketua KPU RI telah melanggar Pasal 11, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 19 Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu," imbuhnya.
Arief Budiman sendiri dalam persidangan membantah dalil yang disebutkan Jupri.
Menurut dia, kehadirannya di PTUN Jakarta pada 17 April 2020 bukan dalam rangka mendampingi Sdri. Evi Novida Ginting untuk mendaftarkan gugatan.
Arief mengungkapkan, dirinya hanya memberikan moril kepada Evi sebagai sesama kolega yang sudah bekerja sama selama beberapa tahun sebagai pimpinan KPU RI, di mana dukungan moril itu didasarkan pada rasa kemanusiaan semata.
Arief juga mengatakan tak ada tendensi keberpihakan dari dirinya saat mendampingi Evi mendaftarkan gugatan ke PTUN Jakarta.
"Teradu datang hanya untuk memberikan dukungan moril dan sebagai rasa simpati dan empati kepada yang bersangkutan, dan tidak ada sedikit pun maksud dari Teradu untuk menyalahgunakan tugas, jabatan dan kewenangan Teradu dengan kehadiran Teradu di Pengadilan TUN Jakarta," jelas Arief.
Baca juga: Tunggu Salinan Putusan DKPP, KPU Akan Sidang Pleno soal Pemberhentian Arief Budiman
Terkait dalil tentang KPU RI Nomor 665/SDM.13.SD/05/KPU/VIII/2020 tanggal 18 Agustus 2020, Arief menyebut bahwa surat tersebut bukan merupakan keputusan untuk mengaktifkan kembali Sdri. Evi Novida Ginting Manik sebagai anggota KPU RI Periode 2017-2020.
Menurutnya, diaktifkannya kembali Evi sebagai anggota KPU RI Periode 2017-2020 berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor: 83/P Tahun 2020 tentang Pencabutan Keputusan Presiden Nomor: 34/P Tahun 2020 tanggal 11 Agustus 2020.
Putusan DKPP final dan mengikat. Artinya, tak ada peluang bagi Arief untuk mengajukan banding.
Hingga kemarin, Arief belum memberikan tanggapan terkait putusan DKPP ini. (tribun network/den/dod)