TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Muhaimin Iskandar (Gus AMI) mendorong agar Indonesia bisa lebih memperhatikan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dia mencontohkan, dalam penanganan pandemi Covid-19, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bisa menjadikan penanganan Covid-19 bisa berbiaya lebih murah.
Informasi bahwa seseorang yang pernah positif Covid-19 bakal memiliki daya imun tinggi sehingga akan lebih aman dari potensi serangan Covid-19, ternyata faktanya tidak benar.
"Nah itu karena pengetahuan yang tidak kita kuasai. Kita perlu memberikan informasi yang tepat kepada masyarakat tentang perkembangan virus ini. Gara-gara ilmu pengetahuan belum kita kuasai, kita membuang duit terlalu mudah dan besar sekali yang kita buang," kata Wakil Ketua DPR itu dalam Diskusi Publik DPP PKB bertajuk "Virus Baru Hadir, Kita Bisa Apa?" di Kantor DPP PKB, Jalan Raden Saleh, Jakarta yang disiarkan secara virtual, Kamis (14/1/2021).
Baca juga: 14 Januari: Penambahan Pasien Sembuh Covid-19 Sebanyak 7.741, Total 711.205 Orang
Gus AMI mencontohkan ketika pertama kali ada informasi Covid-19 masuk Indonesia, negara menggelontorkan anggaran besar untuk membeli alat rapid test, ternyata sama sekali tidak efektif sehingga menjadi mubazir.
Begitu pula dalam pengadaan boks desinfektan yang banyak tersedia di depan rumah atau gedung-gedung, juga tidak efektif dan bahkan membahayakan.
"Saya dengar kabar UGM telah berhasil mengembangkan GeNose untuk mendeteksi virus hanya dalam waktu 80 detik. Seperti ini yang harus dikembangkan massal, cepat dan murah. Ini untuk menjawab kebutuhan. GeNose itu dengan meniupkan nafas kita dalam tabung plastik akan terkoneksi alat dalam waktu 80 detik," katanya.
Temuan-temuan semacam ini, kata Gus AMI, harus dipercepat produksi massalnya. Pemerintah juga harus memfasilitasi anggaran sehingga masyarakat bisa mengakses.
"Tidak seperti sekarang masyarakat mau swab test harganya mahal sehingga menambah biaya untuk semua transportasi kita," katanya.
Keberadaan alat pendeteksi virus yang cepat dan murah menjadi kebutuhan yang harus dimassalkan oleh pemerintah.
"Dalam konteks science dan teknologi, kita sangat ketinggalan karena kita tidak punya research and development yang memadai, baik pemerintah atau swasta tak ada yang memiliki kemauan untuk investasi. Ini harus dicari jalan keluar," tuturnya.
Dikatakan Gus AMI, hingga kini, Kemenristek belum mempunyai kemampuan dan fungsi yang optimal untuk memberikan jawaban yang cepat atas berbagai persoalan bangsa.
"Contoh bagaimana vaksin kita sangat bergantung pada orang lain. Apalagi hal-hal yang lebih mendalam dari kajian science dan teknologi kita belum miliki, mutlak kita harus lakukan evaluasi total kepada riset dan teknologi kita agar kita tidak tertinggal," katanya.
Gus AMI mengeluhkan dengan keterbatasan biaya yang dimiliki negara, penggunaan anggaran tidak tepat sasaran karena ketidakmampuan ilmu pengetahuan dan teknologi.