Laporan wartawan Tribunnews.com, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pedagang beras Cipinang mengeluhkan masuknya beras impor murah ke Indonesia.
Wakil Ketua Umum Perpadi (Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras) Billy Haryanto mengatakan 300 ton beras dari Vietnam masuk ke Pasar Cipinang pada Rabu (13/1/2021).
"Beras masuk tiba-tiba, tentu ini berimbas pada beras lokal, hari ini saja 300 ton, kalau dari kemarin kemarin sudah ribuan ton" kata Billy melalui keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com, Kamis (14/1/2021).
Beras murah tersebut dimasukkan dalam karung bertuliskan beras Jasmine.
Baca juga: Inspeksi ke Pasar Induk Beras Cipinang, Mendag: Harga Beras Secara Nasional Sangat Stabil
Namun, beras tersebut dijual seharga dengan beras putih biasa di pasar Cipinang sebesar Rp 9.000 per kilogram.
Padahal harga modal beras Jasmine disebut Billy telah mencapai Rp 12.000 per kilogram.
Ia mengatakan bahwa masuknya beras Vietnam tersebut berimbas pada beras nasional.
Karena harga beras dijual dengan harga lebih murah dari beras lokal.
"Kalau beras lokal terkena imbas tentunya, petani juga akan kena dampaknya. Suplai beras murah itu bertepatan dengan masa panen awal tahun ini," katanya.
Baca juga: Pasar Berjangka Komoditas Diharapkan Dongkrak Kinerja Ekspor 2021
Billy heran dengan masuknya beras impor Vietnam tersebut.
Pasalnya pada tahun ini stok beras aman.
Berdasarkan data BPS, beras Nasional Surplus 2020 diperkirakan Surplus 2,3 juta ton.
Baca juga: Cek Stok dan Harga Beras, Mentan Tinjau Pasar Induk Cipinang
Selain itu menurutnya, impor beras tidak dapat dilakukan sembarangan, karena harus melalui Bulog.
Hal itu berdasarkan Perpres Nomor 48 Tahun 2016 tentang Penugasan Kepada Perum Bulog Dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional.
Perpres tersebut menyatakan Bulog melaksanakan impor untuk menjaga ketersediaan pangan dan stabilisasi harga pangan pada tingkat konsumen dan produsen untuk jenis pangan pokok beras.
Billy meminta pemerintah menelusuri beredarnya beras tersebut, karena akan mematikan beras lokal.
"Pemerintah harus turun tangan, ini tidak bisa dibiarkan, karena ini menyangkut beras kebutuhan nasional dan menyangkut kehidupan para petani di Indoensia," katanya.