TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fraksi PDI Perjuangan (PDI-P) melakukan perubahan penugasan atau rotasi terhadap anggota Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning.
Rotasi tersebut berdasarkan Surat Fraksi PDIP DPR Nomor 04/F-PDIP/DPR-RI/2022 tertanggal 18 Januari 2021 yang diterima, Senin (18/1/2021).
Surat tersebut ditanda tangani oleh Ketua Fraksi PDI-P Utut Adianto dan Sekretaris Fraksi PDI-P Bambang Wuryanto.
"Benar (ada rotasi)," kata Anggota Fraksi PDI-P Johan Budi SP saat dikonfirmasi Kompas.com, Selasa (19/1/2021).
Ribka dirotasi dari Komisi IX yang membidangi kesehatan dan ketenagakerjaan ke Komisi VII yang membidangi energi, riset dan teknologi.
Baca juga: Politikus PDIP: Belakangan Ini Rizieq Shihab Mulai Menyampaikan Pesan dan Ajakan Menyejukkan
Baca juga: Fakta-fakta Ribka Tjiptaning Dipindah ke Komisi VII DPR, Sebut Lucu hingga Tak Tahu Penyebabnya
Beberapa hari sebelum dirotasi, Ribka menjadi sorotan publik karena meragukan vaksin Covid-19.
Padahal, Ribka sudah 17 tahun berkecimpung di Komisi IX DPR yang membidangi persoalan kesehatan.
Seperti apa profilnya?
Dikutip dari laman resmi DPR, Ribka lahir di Yogyakarta pada 1 Juli 1959. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah atas, Ribka menempuh pendidikan strata satu (S1) di Universitas Kristen Indonesia dengan jurusan kedokteran.
Kemudian, ia melanjutkan pendidikan S2 dengan jurusan Ahli Asuransi Kesehatan di Universitas Indonesia pada 2012.
Sebelum terjun ke dunia politik, Ribka pernah membuka praktek sebagai dokter di Klinik Partuha Ciledug.
Situs DPR juga menulis, pada 1992-2000, ia pernah menjadi dokter di perusahaan Puan Maharani.
Kemudian, Ribka menjabat sebagai anggota DPR sekaligus Ketua Komisi IX DPR pada periode 2005-2009. Lalu, ia terpilih kembali menjadi anggota DPR periode 2019-2024 sebagai anggota Komisi IX.
Sejumlah polemik pun pernah muncul terkait RIbka Tjiptaning. Mulai dari BPJS, ayat tembakau, hingga soal vaksin covid-19:
Ragukan vaksin Covid-19
Nama Ribka menjadi pembicaraan publik beberapa hari terakhir karena menyampaikan keraguannya terhadap vaksin Covid-19 dan mengingatkan agar vaksin tidak dikomersialisasikan.
Hal itu disampaikan saat rapat Komisi IX DPR dengan Menteri Kesehatan pada Selasa (12/1/2021).
"Saya cuma mengingatkan nih, kepada menteri, negara tidak boleh berbisnis dengan rakyatnya. Tidak boleh, mau alasan apa saja tidak boleh," kata Ribka.
Ia juga meragukan kualitas dan keamanan vaksin Covid-19 yang akan digunakan di Tanah Air.
"Saya tetap tidak mau divaksin. Mau sampai yang 63 tahun bisa divaksin, misalnya pun hidup di DKI semua anak-cucu saya dapat sanksi lima juta, mending saya bayar," ujar Ribka.
Sanksi ayat tembakau
Tak hanya itu, kala menjabat sebagai Ketua Komisi IX DPR periode 2005-2009, Ribka tercatat pernah dikenai sanksi oleh Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat terkait kasus hilangnya ayat tentang tembakau sebagai zat adiktif dalam Rancangan Undang-Undang Kesehatan.
Masalah ini muncul saat ayat dalam Pasal 113 UU Kesehatan yang mengatur soal zat adiktif tersebut, hilang sebelum UU ditandatangani oleh presiden dan dicatat dalam lembar negara di Sekretariat Negara.
Ribka dijatuhi sanksi tak boleh memimpin rapat hingga akhir masa jabatan di tahun 2014.
Wakil Ketua BK Siswono Yudhohusodo mengatakan, hilangnya ayat tersebut diketahui ketika RUU Kesehatan yang disahkan DPR, dikirimkan ke Sekretariat Negara untuk disahkan menjadi undang-undang.
Oleh karenanya, Ribka selaku Ketua Pansus RUU tersebut harus bertanggung jawab.
Yang namanya dia pemimpin kan ada di level tanggung jawab," kata Siswono ketika dihubungi, Selasa (17/4/2012).
Kritik BPJS
Pada November 2019 lalu, video PDIP Ribka Tjiptaning menjadi viral.
Dalam video tersebut, Ribka menyampaikan beberapa kritik keras, terutama terkait perbedaan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang dialami masyarakat Indonesia.
Potongan video tersebut telah diunggah di media sosial.
Dia mengkritik soal kenaikan iuran BPJS.
Pada 2015 Ribka juga mengritik BPJS Kesehatan.
Menurut Ribka, pemerintah harus fokus pada Program Indonesia Sehat.
Sebab, ia menilai masih banyak rumah sakit yang belum mau bekerja sama dengan BPJS.
Februari 2018, Ribka juga pernah melontarkan kritik kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) atas ketimpangan tindakan terhadap pelaku penjual kosmetik murah kelas kecil dan kelas besar.
Dicap Anak PKI
Pada 2016 lalu, Ribka Tjiptaning menanggapi pernyataan Mayor Jenderal (Purn) TNI Kivlan Zen menyebutnya sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) yang masuk ke parlemen.
Menurut Ribka, tudingan itu sudah disampaikan berkali-kali oleh Kivlan.
"Oh si jenderal itu? Dia mah dari dulu begitu. Waktu di Sukabumi juga ngomong gitu dan dia sudah minta maaf kok sama saya dan partai," kata Ribka, saat dihubungi, Kamis (2/6/2016).
Ribka tak menampik dia selama ini kerap mengaku bangga menjadi anak dari anggota PKI.
Menurut dia, PKI adalah partai besar sebelum dilarang pada 1965. Sebagai anak dari anggota PKI, ia juga tak dilarang berpolitik praktis.
Namun, ia membantah jika disebut ikut membangkitkan kembali Partai Komunis Indonesia.
"Di PDI-P saja aku ditugasin Mbak Mega untuk masalah sosial aja waktunya sudah tersita banyak, apalagi mau bikin PKI," kata anggota Komisi IX DPR ini.
Ribka mengaku tidak mau mempermasalahkan pernyataan Kivlan Zen.
Selama ini, ia sering mendapat cibiran negatif dari sejumlah pihak terkait status orangtuanya yang merupakan anggota PKI.
"Malah membuat saya terkenal, kampanye gratis," kata dia.
Sumber: Kompas.com/Tribunnewswiki/Tribunnews.com