TRIBUNNEWS.COM - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menanggapi keinginan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin untuk menggunakan daftar pemilih sebagai basis data program vaksinasi Covid-19.
Menurut Komisioner KPU Viryan Azis, pihaknya siap mendukung keinginan mantan Wamen BUMN ini.
Bahkan, ia menuturkan, pihaknya dan Kemenkes telah bertemu satu kali untuk membahas penggunaan data tersebut.
Baca juga: Menkes Ungkap Kesalahan Cara Testing Covid-19 di Indonesia hingga Ragukan Data Vaksinasi
Baca juga: Kemenkes Ingatkan Perlu Disiplin Protokol K3 Guna Cegah Covid-19 di Perkantoran
"KPU prinsipnya siap mendukung upaya itu. Sudah ada sekali pertemuan daring antara KPU dengan Kemenkes membahas perihal data pemilih," kata Viryan kepada Kompas.com, Jumat (22/1/2021).
Viryan menuturkan, daftar pemilih pada pemilu 2019 dan Pilkada 2020 memang baru digunakan dan proses pendataannya berbasis kondisi nyata di lapangan.
Ia menambahkan, pembahasan lebih lanjut soal teknis penggunaan data pemilih akan dibahas pada pertemuan selanjutnya.
"Pembahasan teknis dimungkinkan pada pertemuan lanjutan, prosesnya seperti bagaimana," kata Viryan.
Sebelumnya diberitakan, Menkes Budi Sadikin menyoroti kesalahan data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkait distribusi dan penyiapan strategi vaksinasi Covid-19.
Mengantisipasi agar tidak salah data lagi, Menkes mengaku akan menggunakan data daftar pemilik dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk program vaksinasi.
Sebab, KPU memiliki data yang masih aktual dan sesuai dengan kondisi di lapangan.
Baca juga: Pesan Menkes Pada Orang Kaya, Ingat Empati Terhadap Rakyat Kecil, Sabar Tunggu Vaksin Covid-19
Baca juga: Menkes Budi Gunadi Sadikin: Vaksin Covid-19 Mandiri Harus Murah
Bahkan, ia juga menyebut kelebihan data dari KPU juga menyediakan data terkini dari masyarakat yang berusia di atas 17 tahun.
"Saya akan perbaiki strategi vaksinasinya. Supaya tidak salah. Saya sudah kapok, saya nggak mau lagi pakai data Kemenkes."
"Saya ambil data KPU, manual itu kemarin baru pemilihan (Pilkada 2020), itu kayaknya yang paling current, basenya rakyat di atas 17 tahun," kata Budi Sadikin dalam forum diskusi daring bersama Komite Pemulihan Ekonomi dan Transformasi Jabar pada Rabu (20/1/2021) lalu.
Adapun, distribusi dari vaksin Covid-19 ini berkaitan dengan data sarana kesehatan yang menyanggupi untuk melakukan vaksinasi.
Namun, Menkes sudah kapok dan tidak percaya lagi pada data yang dimiliki Kemenkes.
Menurutnya, sudah banyak pihak yang tertipu dengan data dari Kemenkes terkait distribusi vaksin.
Baca juga: Menkes Budi Janji Akan Penuhi Kebutuhan Medis dan Dokter untuk Korban Gempa Sulbar
Baca juga: Politikus PDIP Tak Setuju Rencana Menkes Soal Bebas Pergi Tanpa PCR Setelah Divaksin
Budi bercerita, ia sempat memakai data dari Kemenkes untuk melihat jumlah puskesmas dan rumah sakit (RS) di Indonesia yang menyanggupi untuk melakukan vaksinasi.
Dari data Kemenkes, jumlah ketersediaan kedua sarana kesehatan itu cukup secara nasional.
Namun nyatanya, jumlah tersebut tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.
"Saya nggak mau ketipu kedua kali. Ini dibilang secara agregat cukup jumlah puskesmas dan rumah sakit (RS) untuk menyuntik (vaksin, red).
"RS pemerintah saja, tidak usah melibatkan pemda, dengan RS swasta cukup, ternyata nggak cukup," kata Budi.
Budi kemudian menelusuri data sarana kesehatan, mulai dari tingkat nasional, provinsi, hingga kabupaten/kota.
Kemudian, Ia mengungkapkan, ada sekitar 60 persen kapasitas di seluruh kabupaten/kota yang ternyata tidak cukup untuk melakukan vaksinasi Covid-19.
Baca juga: Pemerintah Diminta Terbuka Laporkan Perkembangan Vaksinasi Covid-19
Baca juga: Pemerintah Targetkan Vaksinasi Untuk Tenaga Kesehatan Rampung Februari 2021
"Itu 60 persen tidak cukup, karena Bandung penuh rumah sakit, sama Puskesmasnya, nyuntik tetap bisa."
"Tapi, yang di Puncak Jaya, Kalteng, Kalsel dan lainnya, bisa 3.000 hari atau 8 tahun baru selesai (vaksinasi)."
"Jadi, nanti di kabupaten/kota akan diperbaiki strategi vaksinasinya," ungkapnya.
(Tribunnews.com/Maliana)