"Bahwa ya jadi terjadi diskriminasi hukum, menimbulkan ketidakadilan, ya bagaimana MA memutus perkara kasasi, kendati majelis hakim berbeda kok berbeda-beda. Ini lah yang antara lain yang dijadikan alasan untuk mengajukan PK. Nah kalau diajukan PK perkara yang demikian itu ya majelis hakim PK itu ya tetap akan mempertimbangkan," kata Andi.
Alasan lainnya, yakni pemohon PK merasa keberatan dengan hukuman yang diberikan.
Dicontohkan Andi, seorang pelaku utama dihukum ringan, sementara pihak yang membantu justru dihukum berat.
"Dari segi hukum pidana membantu itu ya itu salah satu alasan yang bisa meringankan artinya tidak sama dengan pelaku pemeran utama," jelasnya.
Selain itu, Andi mengatakan, dikabulkannya permohonan PK merupakan independensi hakim untuk menilai suatu perkara berdasarkan rasa keadilan.
"Sebab menentukan berat ringannya pidana juga itu merupakan suatu seni, suatu pertimbangan memerlukan suatu bekerjanya fungsi-fungsi rasio, fungsi hari nurani dan lain lain," katanya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut terdapat 65 terpidana perkara korupsi yang mengajukan PK ke MA sepanjang 2020.
Fenomena maraknya koruptor mengajukan PK menjadi perhatian KPK lantaran mulai terjadi sekitar Agustus 2020 hingga saat ini.
KPK khawatir upaya hukum luar biasa itu menjadi modus para koruptor agar hukumannya berkurang.
Hal ini lantaran sebagian besar terpidana korupsi mengajukan PK setelah menerima putusan pengadilan tingkat pertama dan tanpa mengajukan banding atau kasasi.
Padahal, umumnya, PK diajukan setelah melalui proses di pengadilan tingkat pertama, banding dan kasasi.
Apalagi, sebagian putusan MA mengabulkan PK dan meringankan hukuman terpidana korupsi.
Sejak 2019 hingga saat ini, terdapat setidaknya 23 terpidana korupsi yang hukumannya dikurangi MA melalui putusan PK.
Sejumlah koruptor yang hukumannya "disunat" melalui putusan PK, di antaranya mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang berkurang 6 tahun dari sebelumnya 14 tahun pidana penjara menjadi 8 tahun pidana penjara atas perkara korupsi pembangunan Pusat Pelatihan, Pendidikan, dan Sekolah Olahraga Nasional Hambalang dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).