TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) diminta berkoordinasi dengan pemerintah negara Iran dan Panama untuk mengecek perizinan dan legalitas dua kedua kapal negara tersebut yang sempat ditangkap Badan Keamanan Laut (Bakamla) beberapa hari lalu.
Sebelumnya, telah terjadi penyitaan dua kapal asing berbendera Iran dan Panama oleh Bakamla Minggu siang (24/1/2021), yang diduga melakukan transfer bahan bakar minyak secara illegal di perairan Pontianak, Kalimantan Barat.
Peran diplomasi kita kedepankan, meskipun Pemerintah Iran secara resmi telah meminta penjelasan Indonesia terkait penangkapan kapal tanker tersebut," kata Azis kepada wartawan, Selasa (26/1/2021).
"Namun secara prosedur kita juga dapat melakukan penyelidikan terlebih dahulu mengapa bisa masuk ke Indonesia serta melihat berkas dan dokumen izin kapal tanker tersebut," imbuhnya.
Upaya yang dilakukan oleh Bakamla ini dinilai Azis tepat, bersamaan pada hari yang sama digelarnya Operasi Keamanan dan Keselamatan Laut Dalam Negeri “Trisula I 2021”.
“Dengan mengacu kepada UndangUndang RI. No. 32 tahun 2014 tentang Kelautan serta Peraturan Presiden No. 178 tahun 2014 tentang BAKAMLA yang bertugas melakukan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdikasi mulai dari laut territorial sampai dengan ZEE," ujarnya.
Politikus Golkar itu mendorong Bakamla, Kepolisian, dan aparat keamanan untuk menginvestigasi secara mendalam, dan mengusut tuntas dua kapal tanker berbendera Iran dan Panama tersebut yang diduga melakukan transfer BBM ilegal secara ship to ship (STS).
Baca juga: Kapal Tankernya Disita di Perairan Kalimantan, Iran Minta Indonesia Jelaskan Alasannya
Serta menegakkan hukum dan memberlakukan sanksi terhadap pihak-pihak yang terbukti melakukan pelanggaran sesuai dengan hukum perundangan yang berlaku di Indonesia.
Mengingat pelanggaran tersebut terdeteksi terjadi di wilayah perairan Indonesia dan dapat berpotensi merugikan negara.
"Bakamla sebagai single coast guard membawakan sinergitas kewenangan, kekuatan dan kemampuan bersama TNI Angkatan Laut (AL) untuk meningkatkan pengawasan di wilayah-wilayah perairan yang rawan dimasuki kapal asing secara ilegal," ucapnya.
Lebih lanjut, Azis mengharapkan sistem identifikasi otomatis atau automatic identification system (AIS) berfungsi dengan baik.
Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan No.7/2019 tentang Pemasangan dan Pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis bagi Kapal yang berlayar di Wilayah Perairan Indonesia mengharuskan pemasangan dan pengaktifan AIS ini bagi setiap kapal berbendera Indonesia dan kapal asing yang berlayar di wilayah perairan Indonesia.
"Upaya ini untuk mencegah terjadinya pelanggaran Hak Lintas Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) berdasarkan Konvensi Hukum Laut Internasional UNCLOS 1982, maupun pelanggaran-pelanggaran lain yang rentan terjadi di wilayah perairan Indonesia,” ucapnya
Azis juga meminta komitmen pemerintah dan aparat penegak hukum dalam melindungi keutuhan dan batas-batas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan selalu konsisten melakukan patroli keamanan di wilayah teritorial sampai dengan ZEE.
Terlebih diwilayah itu memiliki ancaman sangat tinggi (Natuna) untuk memberikan effect deterrence bagi siapa saja yang ingin mengancam kedaulatan maritim di wilayah perairan Indonesia.
"Kedepannya dapat mencegah masuknya mafia atau oknum yang tidak bertanggung jawab dalam penyediaan dan distribusi BBM illegal, inventarisir kemampuan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) untuk mencegat (intercept), take down (melumpuhkan) semua jenis arsenal bawah laut dan evaluasi vessel pengawasan laut yang ada baik di TNI AL ataupun Bakamla," pungkas Azis.